(SHUTTERSTOCK/Jose L. Stephens)
Sejak awal bulan Juli 2025, cuaca daerah Indonesia terutama pulau Jawa terasa lebih dingin dari pada biasanya. Suhu di pagi hari terasa dingin menusuk, baik pada daerah di dataran tinggi maupun dataran rendah. Dilakukan sebuah survei sederhana oleh Tim Sosial Media Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM kepada mahasiswa FMIPA UGM dan mencatat bahwa 89% mahasiswa merasakan perubahan suhu yang cukup signifikan dibanding biasanya.
Fenomena ini memicu diskusi pada sosial media. Masyarakat mulai mengaitkan kondisi cuaca dingin tersebut dengan sebuah fenomena astronomi, Aphelion, kondisi dimana Bumi berada pada titik terjauh dari matahari. Simpang siur informasi tersebut melalui pesan dan isu sosial media, mengaitkan perubahan cuaca dengan fenomena tersebut dan memicu terbentuknya misinformasi.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah keterkaitan antara fenomena Aphelion dengan perubahan cuaca. Dilansir dari detik.com, BMKG menjelaskan bahwa fenomena Aphelion tidak memberikan dampak langsung terhadap perubahan suhu udara dan cuaca ekstrem di Indonesia. Aphelion terjadi merupakan fenomena astronomis yang terjadi secara berkala setiap tahun. Perubahan cuaca menjadi lebih dingin yang dirasakan justru disebabkan oleh angin muson timur yang beritup dari benua Australia yang sedang mengalami musim dingin.
Fenomena Aphelion dapat menjadi pembelajaran dan bahan edukasi bagi masyarakat. Mendalami pemahaman dalam sebuah fenomena hangat di masyarakat, turut mendukung Suistanable Development Goals (SDGs) poin ke 13 yaitu Penanganan Perubahan Iklim, dan poin 4 yakni Pendidikan Berkualitas. Pengetahuan mengenai fenomena Aphelion bisa didapatkan pada pembelajaran Program Studi Fisika dalam cabang Ilmu Astronomi.
Referensi:
Detikcom. (2025, Juli 6). Fenomena Aphelion Juli 2025: Kapan dan Apa Dampaknya bagi Bumi? https://news.detik.com/berita/d-7990940/fenomena-aphelion-juli-2025-kapan-dan-apa-dampaknya-bagi-bumi
Penulis: Sekar Melati Putri Pratiwi
Editor: Meitha Eka Nurhasanah
Dokumentasi: Jose L. Stephens