Permasalahan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus menjadi tantangan yang semakin mendesak. Pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya menyebabkan volume sampah melonjak secara signifikan. Akibatnya, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, yang selama ini menjadi andalan, kini telah mencapai kapasitas maksimal. Kondisi kritis ini memaksa pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mencegah dampak lebih besar terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Langkah konkret untuk mengatasi krisis ini diwujudkan melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 314/KEP/2024 tentang Pembentukan Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Desentralisasi Pengelolaan Sampah. “Langkah konkret yang diambil adalah melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 314/KEP/2024 tentang Pembentukan Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Desentralisasi Pengelolaan Sampah. Keputusan ini menekankan pentingnya setiap kabupaten dan kota di DIY memiliki TPA masing-masing sebagai bagian dari desentralisasi pengelolaan sampah,” papar Guntur sebagai perwakilan KM FMIPA.
Namun, implementasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di berbagai wilayah masih menghadapi berbagai kendala, seperti kapasitas yang belum memadai dan infrastruktur yang belum optimal. Masalah ini tidak hanya terjadi di Sleman, tetapi juga di seluruh DIY. Dengan kondisi ini, percepatan desentralisasi pengelolaan sampah menjadi semakin mendesak untuk dilakukan secara sistematis.
“Pemerintah perlu berinvestasi lebih banyak dalam pembangunan infrastruktur yang merata dan berkelanjutan. Selain itu, pengelolaan sampah yang lebih efektif juga memerlukan sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta,” jelas Guntur. Tidak cukup hanya dengan membangun TPA baru, melibatkan masyarakat melalui edukasi juga menjadi kunci untuk mengatasi persoalan ini. Masyarakat perlu didorong untuk memilah sampah sejak dari sumber, sehingga pengolahan di TPA dapat berjalan lebih efisien.
Selain itu, penerapan teknologi modern juga dapat menjadi solusi dalam mengurangi dampak lingkungan. Salah satu contohnya adalah teknologi penangkapan gas metana, yang tidak hanya dapat mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Pendekatan ini mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDGs poin 11 tentang pembangunan kota dan permukiman berkelanjutan melalui manajemen bencana dan kolaborasi dalam mengatasi krisis sampah. Selain itu, inisiatif ini juga selaras dengan SDGs poin 15 mengenai pelestarian ekosistem daratan, melalui upaya inovatif seperti pemanfaatan gas metana sebagai solusi yang ramah lingkungan.
Pendekatan terpadu antara pembangunan infrastruktur, edukasi masyarakat, dan penerapan teknologi menjadi langkah penting untuk menyelesaikan permasalahan sampah di DIY secara berkelanjutan. Dengan sinergi yang kuat dari semua pemangku kepentingan, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih tangguh dan berwawasan lingkungan.
Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Muhammad Guntur
Editor: Sulaiman Nurhidayat