Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera

Mahasiswa Magister Fisika UGM Kembangkan Electronic Nose Terkecil Berbasis Sensor QCM

Prestasi membanggakan ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi Magister Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM). Trisna Julian, alumni mahasiswa magister Fisika UGM, pada saat riset tesisnya berhasil mengembangkan sistem electronic nose (e-nose) berbasis sensor gas berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang inovatif, berbiaya rendah, dan memiliki ukuran (hanya sebesar telepon genggam) paling kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal ACS Omega, Trisna dan tim berhasil merancang sistem e-nose portabel yang bekerja berdasarkan prinsip deteksi gravimetrik, di mana perubahan massa akibat adsorpsi molekul pada permukaan polimer dapat menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi sensor QCM. Sistem ini menggunakan array sensor QCM yang difungsikan dengan berbagai lapisan polimer aktif, seperti polyacrylonitrile, poly(vinylidene fluoride), poly(vinyl pyrrolidone), dan poly(vinyl acetate).

Gambar system e-nose dan skema operasionalnya (Julian dkk., 2020)

Salah satu keunggulan utama dari e-nose yang dikembangkan oleh Trisna Julian adalah ukurannya yang sangat kecil dibandingkan dengan e-nose konvensional. Dengan desain yang ringkas, perangkat ini memungkinkan penggunaan yang lebih fleksibel dalam berbagai situasi, termasuk aplikasi medis, industri pangan, dan pemantauan kualitas udara. Selain itu, konsumsi daya yang sangat rendah menjadi faktor pembeda utama dari inovasi ini. Sensor yang digunakan dalam sistem ini beroperasi dalam suhu ruang tanpa memerlukan pemanasan tambahan, sehingga dapat menghemat energi secara signifikan dibandingkan dengan sensor berbasis metal-oxide semiconductors (MOS) yang membutuhkan suhu tinggi untuk bekerja secara optimal.

Sistem e-nose ini dilengkapi dengan sirkuit akuisisi data (DAQ) multisaluran yang telah dikalibrasi, sehingga dapat mencapai resolusi frekuensi hingga 0,5 Hz. Dengan sensitivitas tinggi terhadap berbagai senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOCs), serta dukungan algoritma pembelajaran mesin seperti Linear Discriminant Analysis (LDA) dan Support Vector Machine (SVM), sistem ini mampu mengklasifikasikan berbagai analit dengan tingkat akurasi hingga 99%.

Menurut Trisna Julian, teknologi e-nose ini memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk diagnosis dini penyakit, pemantauan kualitas lingkungan, serta pengujian keamanan dan kualitas produk di industri pangan dan farmasi. “Keunggulan sistem ini adalah ukurannya yang portabel, konsumsi daya yang rendah, serta kemampuan analisis gas yang canggih berkat integrasi kecerdasan buatan,” ujarnya.

Dosen pembimbing penelitian, Prof. Kuwat Triyana, menambahkan bahwa inovasi ini tidak hanya memperkaya keilmuan di bidang sensor dan teknologi deteksi gas, tetapi juga membuka peluang pengembangan lebih lanjut dalam skala industri. “Ke depannya, sistem e-nose ini selain aspek kualitas metode feature extraction dan model machine learning yang digunakan, dapat dikembangkan sensor-sensor yang lebih fokus kepada aplikasi, misalnya fokus untuk mendeteksi tuberculosis, pneumonia, dan deteksi kehalalan makanan/bahan makanan,” jelasnya.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Pengembangan e-nose ini berpotensi membawa dampak positif yang signifikan dalam berbagai sektor, baik sosial maupun ekonomi. Dalam bidang kesehatan, teknologi ini dapat digunakan untuk diagnosis dini penyakit melalui deteksi biomarker gas dalam napas manusia, yang memungkinkan pemeriksaan non-invasif dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan metode konvensional seperti tes darah atau pencitraan medis.

Dari segi industri, e-nose ini dapat diterapkan dalam kontrol kualitas makanan dan minuman, mendukung standar keamanan pangan, serta mengurangi risiko kontaminasi dan kerugian akibat produk cacat. Selain itu, industri farmasi juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memastikan stabilitas dan kualitas bahan aktif obat-obatan.

Di sektor lingkungan, e-nose dapat digunakan untuk mendeteksi polusi udara secara real-time, membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam memantau kualitas udara serta mengambil tindakan mitigasi yang lebih cepat terhadap ancaman polusi. Dengan sifatnya yang portabel dan hemat energi, e-nose ini sangat ideal untuk diterapkan dalam berbagai kondisi, termasuk di daerah terpencil atau minim infrastruktur.

Gambar klasifikasi gas menggunakan linear discriminant analysis (LDA)

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs)

Inovasi ini sejalan dengan dua poin utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB):

  1. SDG 3 – Good Health and Well-Being: Teknologi e-nose ini mendukung kesehatan masyarakat dengan memungkinkan deteksi dini penyakit dan pemantauan kualitas udara yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan akibat polusi dan keterlambatan diagnosis.
  2. SDG 9 – Industry, Innovation, and Infrastructure: Pengembangan teknologi berbasis e-nose ini mendorong inovasi dalam industri kesehatan, pangan, dan lingkungan, serta membuka peluang bagi sektor manufaktur dalam menciptakan produk berbasis sensor yang lebih canggih dan efisien.

Penelitian ini merupakan bagian dari upaya UGM dalam mengembangkan teknologi berbasis riset yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dengan prestasi ini, Trisna Julian telah membuktikan bahwa mahasiswa UGM mampu bersaing dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat internasional.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini, kunjungi publikasi di jurnal ACS Omega: ACS Omega, 2020, 5, 29492–29503.

Read More

Sensor Safrole Berbasis Nanofiber PVAc: Inovasi Baru untuk Deteksi Precursor Ekstasi

Yogyakarta, Indonesia — Tim peneliti dari Lab Fisika Material dan Instrumentasi, Departemen Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama mitra peneliti dari Universitas Sebelas Maret dan Technische Universität Braunschweig, Germany serta dukungan dari Mabes Polri Jakarta berhasil mengembangkan prototipe sensor safrole berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dilapisi nanofiber polivinil asetat (PVAc). Sensor ini dinilai sangat sensitif, selektif, dan berbiaya rendah, sehingga berpotensi menjadi alat pendeteksi dini yang efektif untuk memerangi produksi ekstasi (MDMA) secara ilegal.

Mengapa Safrole Penting? 

Safrole adalah minyak kuning pucat yang secara alami ditemukan dalam tanaman seperti pala dan kayu manis. Namun, senyawa ini juga merupakan precursor kunci dalam sintesis ekstasi, obat psikoaktif ilegal yang banyak disalahgunakan. Menurut Interpol, pasar gelap ekstasi global diperkirakan bernilai $12 miliar per tahun, dengan Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah produksi utama. Di Indonesia, kasus peredaran ekstasi meningkat 25% dalam lima tahun terakhir (Badan Narkotika Nasional, 2023).

Prototip sensor baru ini mampu mendeteksi safrole hingga 0,7 bagian per juta (ppm) sehingga cukup sensitif. “Ini langkah inovatif untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sekaligus melindungi masyarakat dari dampak narkoba,” ujar Prof. Kuwat Triyana, ketua tim peneliti.

Teknologi di Balik Sensor 

Sensor QCM bekerja dengan mengukur perubahan frekuensi getaran kristal kuarsa saat molekul safrole menempel pada permukaannya. Untuk meningkatkan sensitivitas, tim UGM menggunakan lapisan nanofiber PVAc yang dibuat melalui teknik electrospinning.

Dampak Sosial dan Kriminal 

Pengembangan sensor ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang luas:

  1. Pencegahan Kejahatan Terorganisir: Jaringan narkoba sering menggunakan safrole yang diselundupkan dari industri legal (misalnya, minyak atsiri) untuk produksi ekstasi. Sensor portabel ini dapat digunakan di bandara, pelabuhan, atau lokasi rawan untuk mendeteksi safrole secara real-time.
  2. Perlindungan Lingkungan: Produksi ekstasi ilegal sering meninggalkan limbah kimia beracun. Deteksi dini safrole dapat memutus mata rantai produksi sebelum merusak ekosistem.
  3. Kesehatan Publik: Ekstasi menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, dan risiko overdosis. Dengan membatasi akses bahan bakunya, sensor ini turut mendukung program rehabilitasi pengguna narkoba.

Gambar 1 adalah foto dengan scanning electron microscopy (SEM, JEOL JSM-6510)memperlihatkan perbandingan morfologi permukaan sensor berupa PVAc antara bentuk film tipis (halus dengan pori-pori kecil) dan nanofiber (bertekstur kasar dengan pori-pori besar). Struktur nanofiber meningkatkan luas permukaan hingga 3 kali lipat, memungkinkan lebih banyak molekul safrole terikat.

Gambar 2 menjelaskan mekanisme interaksi antara PVAc dan safrole. Gugus oksigen pada PVAc (bersifat basa Lewis) berikatan dengan proton pada safrole (asam Lewis) melalui gaya dipol-dipol. Interaksi fisik ini memicu pergeseran frekuensi QCM, yang kemudian diterjemahkan sebagai sinyal deteksi.

Tautan dengan SDGs 

Penelitian ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):

– SDG 3 (Kesehatan yang Baik): Meminimalkan dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkoba.

– SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Inovasi teknologi sensor yang terjangkau.

– SDG 16 (Perdamaian dan Keadilan): Memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.

Potensi Pasar dan Tantangan 

Tim peneliti telah bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia untuk uji coba sensor di lapangan. Jika diproduksi massal, harga sensor ini diprediksi 50% lebih murah dibandingkan alat kromatografi konvensional. Namun, tantangan tetap ada, seperti interferensi uap air dan kebutuhan kalibrasi rutin.

“Kami berharap kelak kalau sensor ini sudah diproduksi dengan standar industri tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga di negara lain yang menghadapi masalah serupa,” tambah Kuwat Triyana.

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian: Triyana, K. et al. (2019). A highly sensitive safrole sensor based on polyvinyl acetate (PVAc) nanofiber-coated QCM. Scientific Reports, 9(1), 15407.

#LawanNarkoba #InovasiIndonesia #SDGs

Read More

Antusiasme Warga FMIPA UGM Mendorong Gaya Hidup Sehat Lewat Senam Rutin Jumat Pagi

Pada Jumat, 14 Februari 2025, FMIPA UGM kembali mengadakan senam Jumat Pagi.  Sebanyak 20 peserta yang terdiri dari dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa, antusias dalam mengikuti kegiatan rutin FMIPA UGM  ini. Dalam acara ini juga disediakan camilan sehat seperti pisang, kacang, dan jagung rebus yang menambah semangat peserta setelah senam berakhir.

“Saya sangat antusias dalam mengikuti kegiatan FMIPA UGM ini selain untuk meningkatkan gaya hidup sehat, ini juga bisa menjadi ajang hiburan sebelum kemudian kembali ke pekerjaan sehari-hari,” ujar Ika selaku pegawai FMIPA UGM.

Kegiatan senam ini mendorong peningkatan kesehatan civitas akademika FMIPA UGM melalui aktivitas fisik, menjadikannya wujud nyata dari penerapan poin ke-3 Sustainable Development Goals (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Selain itu, kegiatan tersebut turut berkontribusi dalam jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kampus untuk dapat melakukan pencegahan terhadap berbagai penyakit yang datang akibat kurangnya aktivitas fisik.

Penulis: Amalia Nurmalitasari
Editor: Meitha Eka Nurhasanah
Dokumentasi: Lorria Ardhani

Read More

Tim Futsal FMIPA UGM Tunjukkan Semangat Sehat dan Solid dalam Pertandingan Antar Fakultas di Lustrum XV dan Dies Natalis ke-75 UGM

Dalam rangka perayaan Lustrum XV dan Dies Natalis ke-75 Universitas Gadjah Mada (UGM), pertandingan futsal antar unit kerja dan fakultas/sekolah digelar pada Sabtu, 30 November 2024. Tim Futsal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) turut ambil bagian dalam kompetisi tersebut, dengan Mas Ruslan sebagai kapten tim. Anggota tim ini terdiri dari dosen dan karyawan FMIPA UGM, yang bersama-sama membawa semangat kompetitif sekaligus kebersamaan.

Dalam keterangannya, Mas Ruslan menjelaskan bahwa meski persiapan telah dimulai sejak lama, beberapa kendala tidak dapat dihindari. Salah satu tantangan utama adalah sulitnya mengumpulkan seluruh anggota tim untuk latihan karena kesibukan masing-masing. “Saya bergabung setelah turnamen Dekan Cup FMIPA, tapi latihan bersama secara lengkap hanya bisa dilakukan beberapa kali saja,” ungkap Mas Ruslan. Meski demikian, semangat anggota tim tetap tinggi, dengan fokus utama pada peningkatan sinergi antar pemain dalam latihan yang terbatas.

Pertandingan melawan tim-tim dari fakultas dan unit kerja lain menjadi tantangan besar bagi Tim Futsal FMIPA UGM. Dengan lawan yang semakin solid dan tangguh, hasil yang diraih belum memenuhi target yang diharapkan. “Memang hasilnya belum sesuai harapan, dan ada rasa kecewa di antara pemain serta manajemen tim,” kata Mas Ruslan. Namun, tim tidak larut dalam kekecewaan. Sebaliknya, mereka sudah mulai menyusun rencana latihan baru untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi-kompetisi selanjutnya.

Partisipasi dalam pertandingan futsal ini tidak hanya berbicara soal olahraga, tetapi juga memiliki dampak positif yang lebih luas. Kegiatan ini mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang kesehatan dan kesejahteraan. Dengan mempromosikan gaya hidup aktif dan sehat, kegiatan ini menunjukkan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental melalui olahraga. Selain itu, aspek solidaritas dan kerja sama dalam tim mendukung SDG 16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, serta SDG 17 tentang kemitraan untuk mencapai tujuan.

Meskipun belum berhasil meraih hasil terbaik, partisipasi Tim Futsal FMIPA UGM dalam kompetisi ini adalah bukti nyata semangat dan solidaritas di lingkungan universitas. Kompetisi ini tidak hanya mempererat hubungan antarunit di UGM, tetapi juga menjadi momentum untuk terus belajar dan berkembang. Dengan tekad yang kuat, tim optimis bahwa pengalaman ini akan menjadi pijakan menuju keberhasilan di ajang-ajang berikutnya, sekaligus memperkuat peran UGM dalam mendorong budaya sehat dan kolaborasi yang berkelanjutan.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi: Hero Prakosa Wibowo Priyanto
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

FMIPA UGM Rajut Tradisi dan Semangat Keberlanjutan dalam Kirab Budaya Nitilaku 2024

Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar tradisi tahunan yang penuh makna, Kirab Budaya Nitilaku, pada 15 Desember 2024. Acara ini berlangsung dengan meriah dan menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk partisipasi aktif 25 personel dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM). Peserta dari FMIPA UGM terdiri dari berbagai elemen, seperti perwakilan dari setiap departemen, pegawai tata usaha, hingga anggota Satuan Kegiatan Kemahasiswaan (SKK).

Dengan menyesuaikan diri pada tema tradisi kirab budaya tahun ini, tim FMIPA UGM tampil memukau dengan kostum khas yang mencerminkan kekayaan budaya. Tidak hanya itu, mereka juga membawakan yel-yel khas FMIPA dan lagu “Jogja Istimewa,” menciptakan suasana yang semakin semarak. Koreografi yang dirancang khusus oleh Ibu Susi dari Departemen Matematika menjadi daya tarik tersendiri, menunjukkan harmoni gerakan yang menggambarkan semangat kebersamaan.

Persiapan acara ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Dengan waktu persiapan yang hanya dua minggu dan latihan intensif selama satu minggu, personel FMIPA UGM harus membagi waktu mereka di tengah kesibukan aktivitas rutin. Ketersediaan kostum yang terbatas juga menjadi kendala, namun hal tersebut tidak mengurangi semangat tim untuk memberikan penampilan terbaik.

Semangat dan kerja keras para peserta akhirnya membuahkan hasil yang membanggakan. Ibu Sely Rosiani, S.Pd., M.Hum., salah satu penggerak utama dalam acara ini, mengungkapkan apresiasinya terhadap dedikasi tim. “Kami puas, kita seru, rame dari awal start sampai di venue akhir di Balairung,” tuturnya dengan penuh rasa syukur.

Kirab Budaya Nitilaku bukan sekadar perayaan tradisional, tetapi juga mencerminkan kontribusi UGM dalam mendukung berbagai poin Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan mempromosikan aktivitas fisik melalui kirab, acara ini mendukung SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan). Keterlibatan semua elemen masyarakat tanpa memandang latar belakang turut mendukung SDG 5 (Kesetaraan Gender) dan SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan). Di sisi lain, pelestarian budaya lokal yang menjadi inti acara ini relevan dengan SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan). Penggunaan kostum berbasis tradisi lokal juga menjadi bentuk kesadaran terhadap SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), sedangkan kerja sama yang terjalin antarindividu mencerminkan upaya mendukung SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh). Terakhir, sinergi antara berbagai komunitas di UGM mempertegas implementasi SDG 17 (Kemitraan untuk Tujuan).

Kirab Budaya Nitilaku 2024 menjadi bukti nyata bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan. Partisipasi FMIPA UGM tidak hanya memperkaya acara ini dengan semangat dan kreativitas mereka, tetapi juga mempertegas peran pendidikan tinggi dalam melestarikan budaya, mempererat kolaborasi, dan menciptakan dampak positif yang lebih luas. Melalui kegiatan ini, FMIPA UGM menunjukkan bahwa kebersamaan dan kerja keras dapat menghasilkan sesuatu yang bermakna, baik untuk masyarakat maupun masa depan keberlanjutan.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi: Hero Prakosa Wibowo Priyanto
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

Lewat Bakti Sosial, Mahasiswa FMIPA UGM Berkontribusi untuk Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa

Melalui kolaborasi yang apik antara Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan dan Desa Mandiri (PDM) BEM KM FMIPA UGM, puluhan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat Dusun Buyutan, Desa Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Kegiatan Bakti Sosial BEM KM FMIPA 2024 ini menjadi salah satu upaya konkret pengimplementasian Tridharma Perguruan Tinggi dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Selama dua hari pelaksanaan, acara ini berhasil melibatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Unit Kesehatan Mahasiswa (UKESMA) UGM, perangkat desa, Karang Taruna, dan Polsek Gedangsari.

Mengusung tema “Gemerlap Pijar Raih Cita Bersama (Gempita),” acara ini bertujuan menjadi sinar terang yang membawa harapan baru bagi masyarakat yang membutuhkan. Dina, penanggung jawab acara, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi wujud kepedulian mahasiswa, tetapi juga menjadi pembelajaran yang memperkaya wawasan mereka. “Kami belajar banyak tentang bagaimana memahami kebutuhan masyarakat dan memberikan solusi nyata. Melihat senyuman dari penerima manfaat menjadi kepuasan tersendiri,” ujarnya.

Kegiatan ini mencakup berbagai program, seperti layanan kesehatan gratis, edukasi kepada anak-anak, pojok baca, dan pemberian sembako, yang mendukung pengimplementasian nilai-nilai Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam poin ke-3 tentang Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, mahasiswa memberikan layanan kesehatan yang meningkatkan kesadaran hidup sehat. Selaras pula dengan poin ke-4, Pendidikan Berkualitas, kegiatan ini mendorong semangat belajar di kalangan anak-anak dan pemuda. Selain itu, sinergi antara kampus, perangkat desa, dan masyarakat mencerminkan implementasi poin ke-17, Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Dengan keberhasilan ini, Bakti Sosial BEM KM FMIPA UGM 2024 tidak hanya menjadi momen pengabdian tetapi juga langkah signifikan dalam mempererat hubungan antara mahasiswa dan masyarakat, serta menciptakan perubahan positif di tingkat akar rumput.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Tim Dokumentasi Acara Bakti Sosial BEM KM FMIPA

Read More

Semarak Bakti Sosial BEM KM FMIPA UGM 2024 di Dusun Buyutan: Usung Tema “Gempita”

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (BEM KM FMIPA UGM) memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat melalui kegiatan Bakti Sosial BEM KM FMIPA 2024 yang berlangsung pada 2–3 November 2024 di Dusun Buyutan, Desa Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Dengan tema “Gemerlap Pijar Raih Cita Bersama (Gempita)”, acara ini berhasil menghadirkan suasana penuh semangat dan kebersamaan, serta mendapat sambutan antusias dari masyarakat setempat, mulai dari anak-anak hingga lansia.

Dina, penanggung jawab acara, menuturkan, “Masyarakat sangat antusias dengan kehadiran program ini, terlihat dari tingginya partisipasi mereka dalam setiap rangkaian acara. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua berperan aktif dan menyambut baik inisiatif kegiatan ini.”

Fokus utama kegiatan adalah pada pendidikan anak, kesehatan dan kesejahteraan sosial, serta bantuan sosial untuk keluarga kurang mampu. Beragam program menarik dihadirkan, seperti pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian sembako, pojok baca untuk anak-anak, dan bazar pakaian murah. Kegiatan juga dimeriahkan dengan jalan sehat, senam pagi, dan pemutaran layar tancap yang menghibur masyarakat. Program edukatif seperti “Jika Aku Menjadi (JAM)” dan Expo MIPA menjadi wadah kreatif mahasiswa untuk menginspirasi generasi muda agar terus bermimpi dan berinovasi.

Sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-4, yaitu Pendidikan Berkualitas, serta poin ke-3, Kehidupan Sehat dan Sejahtera, kegiatan ini menjadi langkah konkret mahasiswa dalam mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan. Harapannya, kegiatan ini tidak hanya menjadi inspirasi, tetapi juga pemantik bagi agenda-agenda pemberdayaan masyarakat yang lebih luas dan berkelanjutan di masa depan. Program pelatihan keterampilan, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi agenda berikutnya agar manfaat yang dirasakan dapat terus meluas.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Tim Dokumentasi Acara Bakti Sosial BEM KM FMIPA

Read More

Kolaborasi HPU FMIPA UGM dan Hear Me MIPA sebagai Langkah Strategis Tangani Kesehatan Mental Mahasiswa

Pada 18 November 2024, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) mengadakan acara penting di Auditorium Lantai 1 untuk membahas sinergi antara Health Promoting University (HPU) FMIPA UGM dan Hear Me MIPA (HMM). Acara ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam menangani isu kesehatan mental mahasiswa melalui program inovatif peer counselor.

Program peer counselor dirancang sebagai platform bagi mahasiswa untuk berbagi masalah pribadi melalui sesi curhat dengan konselor sebaya yang telah dilatih secara profesional. Pendekatan ini mengedepankan keterampilan mendengarkan aktif, empati, dan pemecahan masalah, guna menciptakan lingkungan kampus yang lebih mendukung kesehatan mental. “Permasalahan mahasiswa sering kali sulit diidentifikasi karena setiap individu memiliki akar masalah yang berbeda. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam memahami masing-masing individu,” ujar Kayla Paraditha, mahasiswa Kimia.

Realisasi program ini akan dilakukan melalui dua metode, yaitu secara tatap muka dan daring menggunakan aplikasi WhatsApp Business. Untuk mempermudah akses, FMIPA UGM akan menyediakan fasilitas QR Code di lokasi-lokasi strategis. Konselor akan mendapatkan pelatihan khusus dari HPU yang didampingi pelatih profesional agar dapat memberikan layanan optimal.

“Saya apresiasi kinerja Hear Me MIPA dalam memberikan inisiatif peer counselor. HPU FMIPA UGM akan mendukung sepenuhnya kegiatan ini, dengan memastikan program-program terkait kesehatan mental lebih terarah dan efektif bagi mahasiswa,” ungkap Dr. Dra. Chotimah, M.S., Ketua HPU FMIPA UGM.

Program ini dijadwalkan diluncurkan sebelum pekan Ujian Akhir Semester (UAS), sebagai langkah konkret mendukung kesehatan mental mahasiswa. Inisiatif ini juga selaras dengan beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu SDG 3 (Good Health and Well-being), melalui diskusi interaktif terkait kesehatan mental. Selain itu, SDG 4 (Quality Education), dengan menciptakan program pendidikan kesehatan mental berbasis kampus. Lalu, SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), dengan meningkatkan kesadaran kesehatan mental di komunitas kampus.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Sulaiman Nurhidayat
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

Mahasiswa Magister Fisika UGM Kembangkan Electronic Nose Terkecil Berbasis Sensor QCM

Prestasi membanggakan ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi Magister Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM). Trisna Julian, alumni mahasiswa magister Fisika UGM, pada saat riset tesisnya berhasil mengembangkan sistem electronic nose (e-nose) berbasis sensor gas berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang inovatif, berbiaya rendah, dan memiliki ukuran (hanya sebesar telepon genggam) paling kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal ACS Omega, Trisna dan tim berhasil merancang sistem e-nose portabel yang bekerja berdasarkan prinsip deteksi gravimetrik, di mana perubahan massa akibat adsorpsi molekul pada permukaan polimer dapat menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi sensor QCM. Sistem ini menggunakan array sensor QCM yang difungsikan dengan berbagai lapisan polimer aktif, seperti polyacrylonitrile, poly(vinylidene fluoride), poly(vinyl pyrrolidone), dan poly(vinyl acetate).

Gambar system e-nose dan skema operasionalnya (Julian dkk., 2020)

Salah satu keunggulan utama dari e-nose yang dikembangkan oleh Trisna Julian adalah ukurannya yang sangat kecil dibandingkan dengan e-nose konvensional. Dengan desain yang ringkas, perangkat ini memungkinkan penggunaan yang lebih fleksibel dalam berbagai situasi, termasuk aplikasi medis, industri pangan, dan pemantauan kualitas udara. Selain itu, konsumsi daya yang sangat rendah menjadi faktor pembeda utama dari inovasi ini. Sensor yang digunakan dalam sistem ini beroperasi dalam suhu ruang tanpa memerlukan pemanasan tambahan, sehingga dapat menghemat energi secara signifikan dibandingkan dengan sensor berbasis metal-oxide semiconductors (MOS) yang membutuhkan suhu tinggi untuk bekerja secara optimal.

Sistem e-nose ini dilengkapi dengan sirkuit akuisisi data (DAQ) multisaluran yang telah dikalibrasi, sehingga dapat mencapai resolusi frekuensi hingga 0,5 Hz. Dengan sensitivitas tinggi terhadap berbagai senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOCs), serta dukungan algoritma pembelajaran mesin seperti Linear Discriminant Analysis (LDA) dan Support Vector Machine (SVM), sistem ini mampu mengklasifikasikan berbagai analit dengan tingkat akurasi hingga 99%.

Menurut Trisna Julian, teknologi e-nose ini memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk diagnosis dini penyakit, pemantauan kualitas lingkungan, serta pengujian keamanan dan kualitas produk di industri pangan dan farmasi. “Keunggulan sistem ini adalah ukurannya yang portabel, konsumsi daya yang rendah, serta kemampuan analisis gas yang canggih berkat integrasi kecerdasan buatan,” ujarnya.

Dosen pembimbing penelitian, Prof. Kuwat Triyana, menambahkan bahwa inovasi ini tidak hanya memperkaya keilmuan di bidang sensor dan teknologi deteksi gas, tetapi juga membuka peluang pengembangan lebih lanjut dalam skala industri. “Ke depannya, sistem e-nose ini selain aspek kualitas metode feature extraction dan model machine learning yang digunakan, dapat dikembangkan sensor-sensor yang lebih fokus kepada aplikasi, misalnya fokus untuk mendeteksi tuberculosis, pneumonia, dan deteksi kehalalan makanan/bahan makanan,” jelasnya.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Pengembangan e-nose ini berpotensi membawa dampak positif yang signifikan dalam berbagai sektor, baik sosial maupun ekonomi. Dalam bidang kesehatan, teknologi ini dapat digunakan untuk diagnosis dini penyakit melalui deteksi biomarker gas dalam napas manusia, yang memungkinkan pemeriksaan non-invasif dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan metode konvensional seperti tes darah atau pencitraan medis.

Dari segi industri, e-nose ini dapat diterapkan dalam kontrol kualitas makanan dan minuman, mendukung standar keamanan pangan, serta mengurangi risiko kontaminasi dan kerugian akibat produk cacat. Selain itu, industri farmasi juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memastikan stabilitas dan kualitas bahan aktif obat-obatan.

Di sektor lingkungan, e-nose dapat digunakan untuk mendeteksi polusi udara secara real-time, membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam memantau kualitas udara serta mengambil tindakan mitigasi yang lebih cepat terhadap ancaman polusi. Dengan sifatnya yang portabel dan hemat energi, e-nose ini sangat ideal untuk diterapkan dalam berbagai kondisi, termasuk di daerah terpencil atau minim infrastruktur.

Gambar klasifikasi gas menggunakan linear discriminant analysis (LDA)

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs)

Inovasi ini sejalan dengan dua poin utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB):

  1. SDG 3 – Good Health and Well-Being: Teknologi e-nose ini mendukung kesehatan masyarakat dengan memungkinkan deteksi dini penyakit dan pemantauan kualitas udara yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan akibat polusi dan keterlambatan diagnosis.
  2. SDG 9 – Industry, Innovation, and Infrastructure: Pengembangan teknologi berbasis e-nose ini mendorong inovasi dalam industri kesehatan, pangan, dan lingkungan, serta membuka peluang bagi sektor manufaktur dalam menciptakan produk berbasis sensor yang lebih canggih dan efisien.

Penelitian ini merupakan bagian dari upaya UGM dalam mengembangkan teknologi berbasis riset yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dengan prestasi ini, Trisna Julian telah membuktikan bahwa mahasiswa UGM mampu bersaing dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat internasional.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini, kunjungi publikasi di jurnal ACS Omega: ACS Omega, 2020, 5, 29492–29503.

Read More

Sensor Safrole Berbasis Nanofiber PVAc: Inovasi Baru untuk Deteksi Precursor Ekstasi

Yogyakarta, Indonesia — Tim peneliti dari Lab Fisika Material dan Instrumentasi, Departemen Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama mitra peneliti dari Universitas Sebelas Maret dan Technische Universität Braunschweig, Germany serta dukungan dari Mabes Polri Jakarta berhasil mengembangkan prototipe sensor safrole berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dilapisi nanofiber polivinil asetat (PVAc). Sensor ini dinilai sangat sensitif, selektif, dan berbiaya rendah, sehingga berpotensi menjadi alat pendeteksi dini yang efektif untuk memerangi produksi ekstasi (MDMA) secara ilegal.

Mengapa Safrole Penting? 

Safrole adalah minyak kuning pucat yang secara alami ditemukan dalam tanaman seperti pala dan kayu manis. Namun, senyawa ini juga merupakan precursor kunci dalam sintesis ekstasi, obat psikoaktif ilegal yang banyak disalahgunakan. Menurut Interpol, pasar gelap ekstasi global diperkirakan bernilai $12 miliar per tahun, dengan Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah produksi utama. Di Indonesia, kasus peredaran ekstasi meningkat 25% dalam lima tahun terakhir (Badan Narkotika Nasional, 2023).

Prototip sensor baru ini mampu mendeteksi safrole hingga 0,7 bagian per juta (ppm) sehingga cukup sensitif. “Ini langkah inovatif untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sekaligus melindungi masyarakat dari dampak narkoba,” ujar Prof. Kuwat Triyana, ketua tim peneliti.

Teknologi di Balik Sensor 

Sensor QCM bekerja dengan mengukur perubahan frekuensi getaran kristal kuarsa saat molekul safrole menempel pada permukaannya. Untuk meningkatkan sensitivitas, tim UGM menggunakan lapisan nanofiber PVAc yang dibuat melalui teknik electrospinning.

Dampak Sosial dan Kriminal 

Pengembangan sensor ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang luas:

  1. Pencegahan Kejahatan Terorganisir: Jaringan narkoba sering menggunakan safrole yang diselundupkan dari industri legal (misalnya, minyak atsiri) untuk produksi ekstasi. Sensor portabel ini dapat digunakan di bandara, pelabuhan, atau lokasi rawan untuk mendeteksi safrole secara real-time.
  2. Perlindungan Lingkungan: Produksi ekstasi ilegal sering meninggalkan limbah kimia beracun. Deteksi dini safrole dapat memutus mata rantai produksi sebelum merusak ekosistem.
  3. Kesehatan Publik: Ekstasi menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, dan risiko overdosis. Dengan membatasi akses bahan bakunya, sensor ini turut mendukung program rehabilitasi pengguna narkoba.

Gambar 1 adalah foto dengan scanning electron microscopy (SEM, JEOL JSM-6510)memperlihatkan perbandingan morfologi permukaan sensor berupa PVAc antara bentuk film tipis (halus dengan pori-pori kecil) dan nanofiber (bertekstur kasar dengan pori-pori besar). Struktur nanofiber meningkatkan luas permukaan hingga 3 kali lipat, memungkinkan lebih banyak molekul safrole terikat.

Gambar 2 menjelaskan mekanisme interaksi antara PVAc dan safrole. Gugus oksigen pada PVAc (bersifat basa Lewis) berikatan dengan proton pada safrole (asam Lewis) melalui gaya dipol-dipol. Interaksi fisik ini memicu pergeseran frekuensi QCM, yang kemudian diterjemahkan sebagai sinyal deteksi.

Tautan dengan SDGs 

Penelitian ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):

– SDG 3 (Kesehatan yang Baik): Meminimalkan dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkoba.

– SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Inovasi teknologi sensor yang terjangkau.

– SDG 16 (Perdamaian dan Keadilan): Memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.

Potensi Pasar dan Tantangan 

Tim peneliti telah bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia untuk uji coba sensor di lapangan. Jika diproduksi massal, harga sensor ini diprediksi 50% lebih murah dibandingkan alat kromatografi konvensional. Namun, tantangan tetap ada, seperti interferensi uap air dan kebutuhan kalibrasi rutin.

“Kami berharap kelak kalau sensor ini sudah diproduksi dengan standar industri tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga di negara lain yang menghadapi masalah serupa,” tambah Kuwat Triyana.

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian: Triyana, K. et al. (2019). A highly sensitive safrole sensor based on polyvinyl acetate (PVAc) nanofiber-coated QCM. Scientific Reports, 9(1), 15407.

#LawanNarkoba #InovasiIndonesia #SDGs

Read More

Antusiasme Warga FMIPA UGM Mendorong Gaya Hidup Sehat Lewat Senam Rutin Jumat Pagi

Pada Jumat, 14 Februari 2025, FMIPA UGM kembali mengadakan senam Jumat Pagi.  Sebanyak 20 peserta yang terdiri dari dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa, antusias dalam mengikuti kegiatan rutin FMIPA UGM  ini. Dalam acara ini juga disediakan camilan sehat seperti pisang, kacang, dan jagung rebus yang menambah semangat peserta setelah senam berakhir.

“Saya sangat antusias dalam mengikuti kegiatan FMIPA UGM ini selain untuk meningkatkan gaya hidup sehat, ini juga bisa menjadi ajang hiburan sebelum kemudian kembali ke pekerjaan sehari-hari,” ujar Ika selaku pegawai FMIPA UGM.

Kegiatan senam ini mendorong peningkatan kesehatan civitas akademika FMIPA UGM melalui aktivitas fisik, menjadikannya wujud nyata dari penerapan poin ke-3 Sustainable Development Goals (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Selain itu, kegiatan tersebut turut berkontribusi dalam jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kampus untuk dapat melakukan pencegahan terhadap berbagai penyakit yang datang akibat kurangnya aktivitas fisik.

Penulis: Amalia Nurmalitasari
Editor: Meitha Eka Nurhasanah
Dokumentasi: Lorria Ardhani

Read More

Tim Futsal FMIPA UGM Tunjukkan Semangat Sehat dan Solid dalam Pertandingan Antar Fakultas di Lustrum XV dan Dies Natalis ke-75 UGM

Dalam rangka perayaan Lustrum XV dan Dies Natalis ke-75 Universitas Gadjah Mada (UGM), pertandingan futsal antar unit kerja dan fakultas/sekolah digelar pada Sabtu, 30 November 2024. Tim Futsal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) turut ambil bagian dalam kompetisi tersebut, dengan Mas Ruslan sebagai kapten tim. Anggota tim ini terdiri dari dosen dan karyawan FMIPA UGM, yang bersama-sama membawa semangat kompetitif sekaligus kebersamaan.

Dalam keterangannya, Mas Ruslan menjelaskan bahwa meski persiapan telah dimulai sejak lama, beberapa kendala tidak dapat dihindari. Salah satu tantangan utama adalah sulitnya mengumpulkan seluruh anggota tim untuk latihan karena kesibukan masing-masing. “Saya bergabung setelah turnamen Dekan Cup FMIPA, tapi latihan bersama secara lengkap hanya bisa dilakukan beberapa kali saja,” ungkap Mas Ruslan. Meski demikian, semangat anggota tim tetap tinggi, dengan fokus utama pada peningkatan sinergi antar pemain dalam latihan yang terbatas.

Pertandingan melawan tim-tim dari fakultas dan unit kerja lain menjadi tantangan besar bagi Tim Futsal FMIPA UGM. Dengan lawan yang semakin solid dan tangguh, hasil yang diraih belum memenuhi target yang diharapkan. “Memang hasilnya belum sesuai harapan, dan ada rasa kecewa di antara pemain serta manajemen tim,” kata Mas Ruslan. Namun, tim tidak larut dalam kekecewaan. Sebaliknya, mereka sudah mulai menyusun rencana latihan baru untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi-kompetisi selanjutnya.

Partisipasi dalam pertandingan futsal ini tidak hanya berbicara soal olahraga, tetapi juga memiliki dampak positif yang lebih luas. Kegiatan ini mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang kesehatan dan kesejahteraan. Dengan mempromosikan gaya hidup aktif dan sehat, kegiatan ini menunjukkan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental melalui olahraga. Selain itu, aspek solidaritas dan kerja sama dalam tim mendukung SDG 16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, serta SDG 17 tentang kemitraan untuk mencapai tujuan.

Meskipun belum berhasil meraih hasil terbaik, partisipasi Tim Futsal FMIPA UGM dalam kompetisi ini adalah bukti nyata semangat dan solidaritas di lingkungan universitas. Kompetisi ini tidak hanya mempererat hubungan antarunit di UGM, tetapi juga menjadi momentum untuk terus belajar dan berkembang. Dengan tekad yang kuat, tim optimis bahwa pengalaman ini akan menjadi pijakan menuju keberhasilan di ajang-ajang berikutnya, sekaligus memperkuat peran UGM dalam mendorong budaya sehat dan kolaborasi yang berkelanjutan.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi: Hero Prakosa Wibowo Priyanto
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

FMIPA UGM Rajut Tradisi dan Semangat Keberlanjutan dalam Kirab Budaya Nitilaku 2024

Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menggelar tradisi tahunan yang penuh makna, Kirab Budaya Nitilaku, pada 15 Desember 2024. Acara ini berlangsung dengan meriah dan menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk partisipasi aktif 25 personel dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM). Peserta dari FMIPA UGM terdiri dari berbagai elemen, seperti perwakilan dari setiap departemen, pegawai tata usaha, hingga anggota Satuan Kegiatan Kemahasiswaan (SKK).

Dengan menyesuaikan diri pada tema tradisi kirab budaya tahun ini, tim FMIPA UGM tampil memukau dengan kostum khas yang mencerminkan kekayaan budaya. Tidak hanya itu, mereka juga membawakan yel-yel khas FMIPA dan lagu “Jogja Istimewa,” menciptakan suasana yang semakin semarak. Koreografi yang dirancang khusus oleh Ibu Susi dari Departemen Matematika menjadi daya tarik tersendiri, menunjukkan harmoni gerakan yang menggambarkan semangat kebersamaan.

Persiapan acara ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Dengan waktu persiapan yang hanya dua minggu dan latihan intensif selama satu minggu, personel FMIPA UGM harus membagi waktu mereka di tengah kesibukan aktivitas rutin. Ketersediaan kostum yang terbatas juga menjadi kendala, namun hal tersebut tidak mengurangi semangat tim untuk memberikan penampilan terbaik.

Semangat dan kerja keras para peserta akhirnya membuahkan hasil yang membanggakan. Ibu Sely Rosiani, S.Pd., M.Hum., salah satu penggerak utama dalam acara ini, mengungkapkan apresiasinya terhadap dedikasi tim. “Kami puas, kita seru, rame dari awal start sampai di venue akhir di Balairung,” tuturnya dengan penuh rasa syukur.

Kirab Budaya Nitilaku bukan sekadar perayaan tradisional, tetapi juga mencerminkan kontribusi UGM dalam mendukung berbagai poin Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan mempromosikan aktivitas fisik melalui kirab, acara ini mendukung SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan). Keterlibatan semua elemen masyarakat tanpa memandang latar belakang turut mendukung SDG 5 (Kesetaraan Gender) dan SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan). Di sisi lain, pelestarian budaya lokal yang menjadi inti acara ini relevan dengan SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan). Penggunaan kostum berbasis tradisi lokal juga menjadi bentuk kesadaran terhadap SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), sedangkan kerja sama yang terjalin antarindividu mencerminkan upaya mendukung SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh). Terakhir, sinergi antara berbagai komunitas di UGM mempertegas implementasi SDG 17 (Kemitraan untuk Tujuan).

Kirab Budaya Nitilaku 2024 menjadi bukti nyata bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan. Partisipasi FMIPA UGM tidak hanya memperkaya acara ini dengan semangat dan kreativitas mereka, tetapi juga mempertegas peran pendidikan tinggi dalam melestarikan budaya, mempererat kolaborasi, dan menciptakan dampak positif yang lebih luas. Melalui kegiatan ini, FMIPA UGM menunjukkan bahwa kebersamaan dan kerja keras dapat menghasilkan sesuatu yang bermakna, baik untuk masyarakat maupun masa depan keberlanjutan.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi: Hero Prakosa Wibowo Priyanto
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

Lewat Bakti Sosial, Mahasiswa FMIPA UGM Berkontribusi untuk Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa

Melalui kolaborasi yang apik antara Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan dan Desa Mandiri (PDM) BEM KM FMIPA UGM, puluhan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat Dusun Buyutan, Desa Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Kegiatan Bakti Sosial BEM KM FMIPA 2024 ini menjadi salah satu upaya konkret pengimplementasian Tridharma Perguruan Tinggi dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Selama dua hari pelaksanaan, acara ini berhasil melibatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Unit Kesehatan Mahasiswa (UKESMA) UGM, perangkat desa, Karang Taruna, dan Polsek Gedangsari.

Mengusung tema “Gemerlap Pijar Raih Cita Bersama (Gempita),” acara ini bertujuan menjadi sinar terang yang membawa harapan baru bagi masyarakat yang membutuhkan. Dina, penanggung jawab acara, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi wujud kepedulian mahasiswa, tetapi juga menjadi pembelajaran yang memperkaya wawasan mereka. “Kami belajar banyak tentang bagaimana memahami kebutuhan masyarakat dan memberikan solusi nyata. Melihat senyuman dari penerima manfaat menjadi kepuasan tersendiri,” ujarnya.

Kegiatan ini mencakup berbagai program, seperti layanan kesehatan gratis, edukasi kepada anak-anak, pojok baca, dan pemberian sembako, yang mendukung pengimplementasian nilai-nilai Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam poin ke-3 tentang Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, mahasiswa memberikan layanan kesehatan yang meningkatkan kesadaran hidup sehat. Selaras pula dengan poin ke-4, Pendidikan Berkualitas, kegiatan ini mendorong semangat belajar di kalangan anak-anak dan pemuda. Selain itu, sinergi antara kampus, perangkat desa, dan masyarakat mencerminkan implementasi poin ke-17, Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Dengan keberhasilan ini, Bakti Sosial BEM KM FMIPA UGM 2024 tidak hanya menjadi momen pengabdian tetapi juga langkah signifikan dalam mempererat hubungan antara mahasiswa dan masyarakat, serta menciptakan perubahan positif di tingkat akar rumput.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Tim Dokumentasi Acara Bakti Sosial BEM KM FMIPA

Read More

Semarak Bakti Sosial BEM KM FMIPA UGM 2024 di Dusun Buyutan: Usung Tema “Gempita”

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (BEM KM FMIPA UGM) memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat melalui kegiatan Bakti Sosial BEM KM FMIPA 2024 yang berlangsung pada 2–3 November 2024 di Dusun Buyutan, Desa Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Dengan tema “Gemerlap Pijar Raih Cita Bersama (Gempita)”, acara ini berhasil menghadirkan suasana penuh semangat dan kebersamaan, serta mendapat sambutan antusias dari masyarakat setempat, mulai dari anak-anak hingga lansia.

Dina, penanggung jawab acara, menuturkan, “Masyarakat sangat antusias dengan kehadiran program ini, terlihat dari tingginya partisipasi mereka dalam setiap rangkaian acara. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua berperan aktif dan menyambut baik inisiatif kegiatan ini.”

Fokus utama kegiatan adalah pada pendidikan anak, kesehatan dan kesejahteraan sosial, serta bantuan sosial untuk keluarga kurang mampu. Beragam program menarik dihadirkan, seperti pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian sembako, pojok baca untuk anak-anak, dan bazar pakaian murah. Kegiatan juga dimeriahkan dengan jalan sehat, senam pagi, dan pemutaran layar tancap yang menghibur masyarakat. Program edukatif seperti “Jika Aku Menjadi (JAM)” dan Expo MIPA menjadi wadah kreatif mahasiswa untuk menginspirasi generasi muda agar terus bermimpi dan berinovasi.

Sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-4, yaitu Pendidikan Berkualitas, serta poin ke-3, Kehidupan Sehat dan Sejahtera, kegiatan ini menjadi langkah konkret mahasiswa dalam mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan. Harapannya, kegiatan ini tidak hanya menjadi inspirasi, tetapi juga pemantik bagi agenda-agenda pemberdayaan masyarakat yang lebih luas dan berkelanjutan di masa depan. Program pelatihan keterampilan, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi agenda berikutnya agar manfaat yang dirasakan dapat terus meluas.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Tim Dokumentasi Acara Bakti Sosial BEM KM FMIPA

Read More

Kolaborasi HPU FMIPA UGM dan Hear Me MIPA sebagai Langkah Strategis Tangani Kesehatan Mental Mahasiswa

Pada 18 November 2024, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) mengadakan acara penting di Auditorium Lantai 1 untuk membahas sinergi antara Health Promoting University (HPU) FMIPA UGM dan Hear Me MIPA (HMM). Acara ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam menangani isu kesehatan mental mahasiswa melalui program inovatif peer counselor.

Program peer counselor dirancang sebagai platform bagi mahasiswa untuk berbagi masalah pribadi melalui sesi curhat dengan konselor sebaya yang telah dilatih secara profesional. Pendekatan ini mengedepankan keterampilan mendengarkan aktif, empati, dan pemecahan masalah, guna menciptakan lingkungan kampus yang lebih mendukung kesehatan mental. “Permasalahan mahasiswa sering kali sulit diidentifikasi karena setiap individu memiliki akar masalah yang berbeda. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam memahami masing-masing individu,” ujar Kayla Paraditha, mahasiswa Kimia.

Realisasi program ini akan dilakukan melalui dua metode, yaitu secara tatap muka dan daring menggunakan aplikasi WhatsApp Business. Untuk mempermudah akses, FMIPA UGM akan menyediakan fasilitas QR Code di lokasi-lokasi strategis. Konselor akan mendapatkan pelatihan khusus dari HPU yang didampingi pelatih profesional agar dapat memberikan layanan optimal.

“Saya apresiasi kinerja Hear Me MIPA dalam memberikan inisiatif peer counselor. HPU FMIPA UGM akan mendukung sepenuhnya kegiatan ini, dengan memastikan program-program terkait kesehatan mental lebih terarah dan efektif bagi mahasiswa,” ungkap Dr. Dra. Chotimah, M.S., Ketua HPU FMIPA UGM.

Program ini dijadwalkan diluncurkan sebelum pekan Ujian Akhir Semester (UAS), sebagai langkah konkret mendukung kesehatan mental mahasiswa. Inisiatif ini juga selaras dengan beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu SDG 3 (Good Health and Well-being), melalui diskusi interaktif terkait kesehatan mental. Selain itu, SDG 4 (Quality Education), dengan menciptakan program pendidikan kesehatan mental berbasis kampus. Lalu, SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), dengan meningkatkan kesadaran kesehatan mental di komunitas kampus.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Sulaiman Nurhidayat
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More
Translate