Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Inovasi

100 Tahun Mekanika Kuantum: Kontribusi Fisika dalam Mengubah Dunia

Tahun 2025 menandai peringatan 100 tahun mekanika kuantum, sebuah tonggak sejarah dalam dunia fisika yang telah mengubah pemahaman kita tentang alam semesta. Untuk memperingatinya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 2025 sebagai Tahun Internasional Sains dan Teknologi Kuantum. Perayaan ini bukan sekadar nostalgia akademik, tetapi juga pengakuan atas peran besar fisika dalam membentuk teknologi modern yang kita gunakan sehari-hari.

Awal Revolusi Kuantum

Sebelum mekanika kuantum, pemahaman kita tentang alam semesta didasarkan pada fisika klasik, yang bekerja dengan baik untuk benda-benda besar seperti planet dan bintang. Namun, ketika ilmuwan mulai meneliti dunia atom, mereka menemukan anomali yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum fisika Newton. Pada 1925, pertemuan ilmuwan di Konferensi Solvay, Brussels, menjadi titik balik yang melahirkan revolusi kuantum. Para raksasa fisika seperti Albert Einstein, Werner Heisenberg, dan Erwin Schrödinger berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang sifat atom.

Mekanika kuantum membawa konsep revolusioner, seperti superposisi, ketidakpastian Heisenberg, dan entanglement (keterkaitan kuantum), yang mengguncang cara kita memahami realitas. Superposisi berarti partikel kuantum dapat berada dalam beberapa keadaan sekaligus hingga diukur. Entanglement maksudnya adalah dua partikel dapat tetap terhubung meskipun terpisah oleh jarak yang sangat jauh. Sementara itu, ketidakpastian Heisenberg menunjukkan bahwa semakin akurat kita mengukur posisi suatu partikel, semakin sulit mengetahui momentumnya, dan sebaliknya.

Kontribusi Mekanika Kuantum dalam Teknologi Modern

Seabad setelah kelahirannya, mekanika kuantum telah menjadi pilar utama berbagai teknologi mutakhir:

  1. Elektronika dan Komputasi
    Tanpa mekanika kuantum, tidak akan ada transistor dan semikonduktor, yang menjadi dasar bagi semua perangkat elektronik modern, termasuk ponsel pintar dan komputer.
  2. Kedokteran dan Diagnostik
    Teknologi pencitraan medis seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging) memanfaatkan prinsip resonansi kuantum untuk menghasilkan gambaran organ dalam tubuh dengan akurasi tinggi.
  3. Energi Terbarukan
    Panel surya (fotovoltaik) bekerja berdasarkan efek fotolistrik yang pertama kali dijelaskan oleh Einstein, memungkinkan konversi energi matahari menjadi listrik.
  4. Keamanan Digital dan Komunikasi
    Kriptografi kuantum menawarkan sistem keamanan yang hampir tidak bisa diretas, menjadikannya solusi masa depan dalam perlindungan data.
  5. Pemahaman Alam Semesta
    Mekanika kuantum berperan dalam memahami proses fusi nuklir di bintang serta membantu penelitian mengenai evolusi galaksi dan struktur alam semesta.

Masa Depan Fisika Kuantum: Tantangan dan Peluang

Saat dunia merayakan 100 tahun revolusi kuantum, ilmuwan masih berusaha menjawab pertanyaan mendasar yang belum terpecahkan, seperti bagaimana transisi dari dunia kuantum ke dunia klasik terjadi (dekoherensi) dan bagaimana menyatukan mekanika kuantum dengan relativitas umum Einstein.

Selain itu, perkembangan komputasi kuantum menjanjikan lompatan besar dalam berbagai industri, termasuk:

  • Farmasi: Simulasi molekuler untuk menemukan obat baru dengan lebih cepat.
  • Material baru: Pengembangan bahan dengan sifat yang belum pernah ada sebelumnya.
  • Keamanan siber: Sistem enkripsi yang tidak dapat dipecahkan oleh komputer klasik.

Kesadaran Publik dan Peran Pendidikan Fisika

Di tengah pencapaian luar biasa ini, ada tantangan besar di Indonesia: minat generasi muda terhadap fisika semakin menurun. Sistem pendidikan saat ini, termasuk kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), kurang menekankan penguatan dasar-dasar sains, yang mengakibatkan berkurangnya jumlah siswa yang tertarik mendalami fisika.

Stereotip negatif terhadap fisika sebagai mata pelajaran yang sulit dan kurang memberikan prospek kerja yang menjanjikan juga semakin memperburuk keadaan. Padahal, banyak industri berbasis teknologi membutuhkan lulusan fisika dengan keahlian tinggi dalam analisis data, pemodelan matematis, dan pengembangan teknologi canggih.

Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi akademisi, pemerintah, dan industri untuk bekerja sama dalam:

  1. Memperkuat kurikulum fisika agar lebih aplikatif dan menarik.
  2. Mendorong kolaborasi riset antara universitas dan industri untuk menciptakan lapangan kerja berbasis sains.
  3. Meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya fisika melalui media sosial, seminar, dan program edukasi.

Kesimpulan: Fisika sebagai Pilar Masa Depan

100 tahun mekanika kuantum telah membuktikan bahwa fisika bukan sekadar teori, melainkan fondasi bagi kemajuan teknologi dan inovasi yang mengubah dunia. Jika Indonesia ingin menjadi bagian dari revolusi teknologi global, maka pendidikan fisika harus mendapat perhatian lebih serius.

Di tengah perayaan ini, harapannya adalah generasi muda Indonesia kembali tertarik dengan fisika dan menyadari bahwa di balik keajaiban teknologi modern, terdapat peran besar para fisikawan yang telah berjuang untuk memahami alam semesta dari tingkat terkecil hingga terbesar.

Relevansi mekanika kuantum terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sangat kuat, terutama dalam bidang:

SDG 4 (Pendidikan Berkualitas): Mendorong integrasi mekanika kuantum dalam kurikulum sekolah untuk membangun generasi ilmuwan masa depan.
SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau): Pengembangan sel surya berbasis efek kuantum untuk meningkatkan efisiensi energi terbarukan.
SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Mendorong investasi dalam teknologi kuantum untuk mendukung ekonomi digital Indonesia.
SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat): Penggunaan kriptografi kuantum untuk meningkatkan keamanan siber nasional.

Read More

Mahasiswa Magister Fisika UGM Kembangkan Electronic Nose Terkecil Berbasis Sensor QCM

Prestasi membanggakan ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi Magister Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM). Trisna Julian, alumni mahasiswa magister Fisika UGM, pada saat riset tesisnya berhasil mengembangkan sistem electronic nose (e-nose) berbasis sensor gas berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang inovatif, berbiaya rendah, dan memiliki ukuran (hanya sebesar telepon genggam) paling kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal ACS Omega, Trisna dan tim berhasil merancang sistem e-nose portabel yang bekerja berdasarkan prinsip deteksi gravimetrik, di mana perubahan massa akibat adsorpsi molekul pada permukaan polimer dapat menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi sensor QCM. Sistem ini menggunakan array sensor QCM yang difungsikan dengan berbagai lapisan polimer aktif, seperti polyacrylonitrile, poly(vinylidene fluoride), poly(vinyl pyrrolidone), dan poly(vinyl acetate).

Gambar system e-nose dan skema operasionalnya (Julian dkk., 2020)

Salah satu keunggulan utama dari e-nose yang dikembangkan oleh Trisna Julian adalah ukurannya yang sangat kecil dibandingkan dengan e-nose konvensional. Dengan desain yang ringkas, perangkat ini memungkinkan penggunaan yang lebih fleksibel dalam berbagai situasi, termasuk aplikasi medis, industri pangan, dan pemantauan kualitas udara. Selain itu, konsumsi daya yang sangat rendah menjadi faktor pembeda utama dari inovasi ini. Sensor yang digunakan dalam sistem ini beroperasi dalam suhu ruang tanpa memerlukan pemanasan tambahan, sehingga dapat menghemat energi secara signifikan dibandingkan dengan sensor berbasis metal-oxide semiconductors (MOS) yang membutuhkan suhu tinggi untuk bekerja secara optimal.

Sistem e-nose ini dilengkapi dengan sirkuit akuisisi data (DAQ) multisaluran yang telah dikalibrasi, sehingga dapat mencapai resolusi frekuensi hingga 0,5 Hz. Dengan sensitivitas tinggi terhadap berbagai senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOCs), serta dukungan algoritma pembelajaran mesin seperti Linear Discriminant Analysis (LDA) dan Support Vector Machine (SVM), sistem ini mampu mengklasifikasikan berbagai analit dengan tingkat akurasi hingga 99%.

Menurut Trisna Julian, teknologi e-nose ini memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk diagnosis dini penyakit, pemantauan kualitas lingkungan, serta pengujian keamanan dan kualitas produk di industri pangan dan farmasi. “Keunggulan sistem ini adalah ukurannya yang portabel, konsumsi daya yang rendah, serta kemampuan analisis gas yang canggih berkat integrasi kecerdasan buatan,” ujarnya.

Dosen pembimbing penelitian, Prof. Kuwat Triyana, menambahkan bahwa inovasi ini tidak hanya memperkaya keilmuan di bidang sensor dan teknologi deteksi gas, tetapi juga membuka peluang pengembangan lebih lanjut dalam skala industri. “Ke depannya, sistem e-nose ini selain aspek kualitas metode feature extraction dan model machine learning yang digunakan, dapat dikembangkan sensor-sensor yang lebih fokus kepada aplikasi, misalnya fokus untuk mendeteksi tuberculosis, pneumonia, dan deteksi kehalalan makanan/bahan makanan,” jelasnya.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Pengembangan e-nose ini berpotensi membawa dampak positif yang signifikan dalam berbagai sektor, baik sosial maupun ekonomi. Dalam bidang kesehatan, teknologi ini dapat digunakan untuk diagnosis dini penyakit melalui deteksi biomarker gas dalam napas manusia, yang memungkinkan pemeriksaan non-invasif dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan metode konvensional seperti tes darah atau pencitraan medis.

Dari segi industri, e-nose ini dapat diterapkan dalam kontrol kualitas makanan dan minuman, mendukung standar keamanan pangan, serta mengurangi risiko kontaminasi dan kerugian akibat produk cacat. Selain itu, industri farmasi juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memastikan stabilitas dan kualitas bahan aktif obat-obatan.

Di sektor lingkungan, e-nose dapat digunakan untuk mendeteksi polusi udara secara real-time, membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam memantau kualitas udara serta mengambil tindakan mitigasi yang lebih cepat terhadap ancaman polusi. Dengan sifatnya yang portabel dan hemat energi, e-nose ini sangat ideal untuk diterapkan dalam berbagai kondisi, termasuk di daerah terpencil atau minim infrastruktur.

Gambar klasifikasi gas menggunakan linear discriminant analysis (LDA)

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs)

Inovasi ini sejalan dengan dua poin utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB):

  1. SDG 3 – Good Health and Well-Being: Teknologi e-nose ini mendukung kesehatan masyarakat dengan memungkinkan deteksi dini penyakit dan pemantauan kualitas udara yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan akibat polusi dan keterlambatan diagnosis.
  2. SDG 9 – Industry, Innovation, and Infrastructure: Pengembangan teknologi berbasis e-nose ini mendorong inovasi dalam industri kesehatan, pangan, dan lingkungan, serta membuka peluang bagi sektor manufaktur dalam menciptakan produk berbasis sensor yang lebih canggih dan efisien.

Penelitian ini merupakan bagian dari upaya UGM dalam mengembangkan teknologi berbasis riset yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dengan prestasi ini, Trisna Julian telah membuktikan bahwa mahasiswa UGM mampu bersaing dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat internasional.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini, kunjungi publikasi di jurnal ACS Omega: ACS Omega, 2020, 5, 29492–29503.

Read More

Sensor Safrole Berbasis Nanofiber PVAc: Inovasi Baru untuk Deteksi Precursor Ekstasi

Yogyakarta, Indonesia — Tim peneliti dari Lab Fisika Material dan Instrumentasi, Departemen Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama mitra peneliti dari Universitas Sebelas Maret dan Technische Universität Braunschweig, Germany serta dukungan dari Mabes Polri Jakarta berhasil mengembangkan prototipe sensor safrole berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dilapisi nanofiber polivinil asetat (PVAc). Sensor ini dinilai sangat sensitif, selektif, dan berbiaya rendah, sehingga berpotensi menjadi alat pendeteksi dini yang efektif untuk memerangi produksi ekstasi (MDMA) secara ilegal.

Mengapa Safrole Penting? 

Safrole adalah minyak kuning pucat yang secara alami ditemukan dalam tanaman seperti pala dan kayu manis. Namun, senyawa ini juga merupakan precursor kunci dalam sintesis ekstasi, obat psikoaktif ilegal yang banyak disalahgunakan. Menurut Interpol, pasar gelap ekstasi global diperkirakan bernilai $12 miliar per tahun, dengan Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah produksi utama. Di Indonesia, kasus peredaran ekstasi meningkat 25% dalam lima tahun terakhir (Badan Narkotika Nasional, 2023).

Prototip sensor baru ini mampu mendeteksi safrole hingga 0,7 bagian per juta (ppm) sehingga cukup sensitif. “Ini langkah inovatif untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sekaligus melindungi masyarakat dari dampak narkoba,” ujar Prof. Kuwat Triyana, ketua tim peneliti.

Teknologi di Balik Sensor 

Sensor QCM bekerja dengan mengukur perubahan frekuensi getaran kristal kuarsa saat molekul safrole menempel pada permukaannya. Untuk meningkatkan sensitivitas, tim UGM menggunakan lapisan nanofiber PVAc yang dibuat melalui teknik electrospinning.

Dampak Sosial dan Kriminal 

Pengembangan sensor ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang luas:

  1. Pencegahan Kejahatan Terorganisir: Jaringan narkoba sering menggunakan safrole yang diselundupkan dari industri legal (misalnya, minyak atsiri) untuk produksi ekstasi. Sensor portabel ini dapat digunakan di bandara, pelabuhan, atau lokasi rawan untuk mendeteksi safrole secara real-time.
  2. Perlindungan Lingkungan: Produksi ekstasi ilegal sering meninggalkan limbah kimia beracun. Deteksi dini safrole dapat memutus mata rantai produksi sebelum merusak ekosistem.
  3. Kesehatan Publik: Ekstasi menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, dan risiko overdosis. Dengan membatasi akses bahan bakunya, sensor ini turut mendukung program rehabilitasi pengguna narkoba.

Gambar 1 adalah foto dengan scanning electron microscopy (SEM, JEOL JSM-6510)memperlihatkan perbandingan morfologi permukaan sensor berupa PVAc antara bentuk film tipis (halus dengan pori-pori kecil) dan nanofiber (bertekstur kasar dengan pori-pori besar). Struktur nanofiber meningkatkan luas permukaan hingga 3 kali lipat, memungkinkan lebih banyak molekul safrole terikat.

Gambar 2 menjelaskan mekanisme interaksi antara PVAc dan safrole. Gugus oksigen pada PVAc (bersifat basa Lewis) berikatan dengan proton pada safrole (asam Lewis) melalui gaya dipol-dipol. Interaksi fisik ini memicu pergeseran frekuensi QCM, yang kemudian diterjemahkan sebagai sinyal deteksi.

Tautan dengan SDGs 

Penelitian ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):

– SDG 3 (Kesehatan yang Baik): Meminimalkan dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkoba.

– SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Inovasi teknologi sensor yang terjangkau.

– SDG 16 (Perdamaian dan Keadilan): Memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.

Potensi Pasar dan Tantangan 

Tim peneliti telah bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia untuk uji coba sensor di lapangan. Jika diproduksi massal, harga sensor ini diprediksi 50% lebih murah dibandingkan alat kromatografi konvensional. Namun, tantangan tetap ada, seperti interferensi uap air dan kebutuhan kalibrasi rutin.

“Kami berharap kelak kalau sensor ini sudah diproduksi dengan standar industri tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga di negara lain yang menghadapi masalah serupa,” tambah Kuwat Triyana.

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian: Triyana, K. et al. (2019). A highly sensitive safrole sensor based on polyvinyl acetate (PVAc) nanofiber-coated QCM. Scientific Reports, 9(1), 15407.

#LawanNarkoba #InovasiIndonesia #SDGs

Read More

Bangun Kesolidan dan Inovasi dalam Dunia Pendidikan, FMIPA UGM Adakan Workshop Dosen Muda Fakultas MIPA UGM

Pada Selasa, 3 Desember 2024, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) mengadakan workshop dan outbound yang bertempat di Solia Zigna Kampung Batik Laweyan, Solo. Kegiatan ini diikuti oleh dosen muda dan dosen senior FMIPA UGM dengan tujuan mempererat solidaritas antar dosen muda sekaligus memperkuat ekosistem inovasi di fakultas.

Workshop dibuka dengan sesi yang dipandu oleh Prof. Dr. Eng. Ir. Deendarlianto, S.T., M.Eng., yang memberikan materi tentang strategi membangun riset berkualitas serta pentingnya kolaborasi internasional dan hubungan dengan industri. Dalam paparannya, Prof. Deendarlianto menekankan peran dosen muda sebagai pilar utama perguruan tinggi yang memiliki tanggung jawab besar dalam berkontribusi pada ilmu pengetahuan di tingkat global. “Dosen muda adalah tulang punggung perguruan tinggi. Mereka harus mampu meningkatkan kontribusi ilmiah melalui tim inovasi yang solid,” ujarnya.

Pada sesi berikutnya, Pak Edi menguraikan pentingnya riset dan publikasi, terutama terkait dengan akses pendanaan yang menjadi faktor krusial dalam keberlanjutan riset di FMIPA UGM. Ia mencatat bahwa FMIPA UGM konsisten berada di posisi tiga besar dalam penerimaan hibah riset nasional. “Yang paling penting adalah menjaga semangat dalam riset dan publikasi untuk mencapai hasil yang lebih besar,” kata Pak Edi. Ia juga menegaskan perlunya keseimbangan antara hardskill dan softskill, serta inovasi yang berkelanjutan.

Bapak Wiwit melanjutkan dengan sesi terakhir yang membahas peran mimpi dan reputasi dalam dunia akademik. Ia mendorong peserta untuk berfokus pada publikasi di jurnal terkemuka sebagai cara membangun reputasi individu sekaligus institusi. “Reputasi FMIPA UGM akan berkembang melalui publikasi yang berkualitas. Dengan reputasi tersebut, kolaborasi dan kemajuan lebih lanjut dapat tercapai,” paparnya.

Acara ini sangat relevan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 4, yaitu Pendidikan Berkualitas. Melalui kegiatan ini, FMIPA UGM berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan riset, serta membangun kemitraan yang lebih kuat antara perguruan tinggi dan industri guna menciptakan inovasi yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Workshop dan outbound ini menjadi momen penting dalam membangun kolaborasi dan ekosistem inovasi di FMIPA UGM. Dengan soliditas antar dosen muda dan dukungan penuh dari dosen senior, acara ini diharapkan tidak hanya memperkuat kompetensi individu, tetapi juga membawa dampak positif pada reputasi dan kontribusi FMIPA UGM di tingkat nasional dan global.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi:  Chairunnisa Anggun Setiono
Editor: Chairunnisa Anggun Setiono

Read More

Mahasiswa FMIPA UGM Berikan Inovasi dan Edukasi sebagai Upaya Menjawab Tantangan Pengelolaan Sampah DIY Secara Berkelanjutan

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini dihadapkan pada tantangan besar dalam pengelolaan sampah, khususnya setelah penurunan signifikan daya tampung Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) regional pada 2023, dari 780 ton menjadi hanya 450 ton per hari. Meskipun volume sampah yang dikelola berhasil ditekan menjadi 756 ton per hari, data menunjukkan produksi sampah tetap stabil di angka 1.231,55 ton per hari. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak sampah yang tidak tertangani dengan baik, menciptakan masalah lingkungan yang mendesak untuk diatasi.

Menjawab situasi ini, pemerintah DIY menginisiasi pendekatan holistik untuk meredam dampak lingkungan sekaligus membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah mengintegrasikan edukasi lingkungan ke dalam sistem pendidikan. Melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), siswa didorong untuk aktif belajar tentang pengelolaan sampah melalui berbagai kegiatan praktis, seperti pembuatan kompos, daur ulang, dan kampanye kesadaran lingkungan. Selain itu, gerakan membawa tumbler dan kotak makanan pribadi terus digencarkan, bahkan disertai insentif berupa diskon di kantin sekolah guna meningkatkan partisipasi siswa.

“Pemerintah juga akan memperkuat pengelolaan sampah organik secara mandiri di tingkat rumah tangga, misalnya dengan metode biopori atau kompos,” ujar Guntur, perwakilan dari KM FMIPA UGM. Ia menambahkan bahwa program ini juga melibatkan penunjukan Person in Charge (PIC) di setiap kecamatan untuk memonitor keberlanjutan program pengelolaan sampah.

Selain melalui edukasi, inovasi teknologi menjadi salah satu pilar utama dalam strategi pengelolaan sampah DIY. Teknologi penangkapan gas metana mulai diimplementasikan di tempat pembuangan akhir (TPA). Teknologi ini tidak hanya membantu mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga memungkinkan pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Dengan kombinasi kebijakan, edukasi, dan inovasi teknologi, pemerintah DIY berharap tidak hanya dapat menangani krisis sampah, tetapi juga menciptakan sistem pengelolaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dukungan aktif dari masyarakat, mulai dari rumah tangga hingga komunitas pendidikan, serta sinergi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan langkah besar ini. Kegiatan ini turut mendukung implementasi beberapa poin Sustainable Development Goals (SDGs), seperti SDGs 11: Manajemen Bencana melalui kolaborasi dalam mengatasi krisis sampah, serta SDGs 15: Pengelolaan Ekosistem melalui penerapan teknologi pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran. Dengan langkah-langkah strategis ini, DIY bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Muhammad Guntur
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

Ciptakan Dashboard Inovatif, Mahasiswa FMIPA UGM Sabet Juara 2 di Ajang Dashboard Analysis Competition 2024

Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada kembali mencetak prestasi gemilang di ajang Gerakan Belajar Bersama Sains Data (Gelar Rasa) 2024. Tim yang terdiri dari Cintya Kusumawardhani, Dimaz Andhika Putra, dan Natasya Marchelina C. S., berhasil meraih juara kedua dalam kategori Dashboard Analysis Competition.

Selama satu bulan penuh, mulai dari babak penyisihan pada 2 November hingga final pada 30 November 2024, tim ini menciptakan sebuah dashboard analisis yang dirancang untuk membantu perusahaan memahami kepuasan pengguna Airbnb sekaligus meninjau kondisi properti yang ditawarkan. “Melalui dashboard ini, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis,” ujar Dimaz, salah satu anggota tim, menegaskan potensi aplikasi nyata dari hasil kerja mereka.

Keberhasilan tim ini bukan hanya kebanggaan bagi FMIPA UGM tetapi juga kontribusi penting terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas dan poin ke-9 mengenai Industri, Inovasi, dan Infrastruktur. Solusi berbasis teknologi yang mereka kembangkan menunjukkan bagaimana analisis data dapat mendorong efisiensi bisnis sekaligus memajukan inovasi berkelanjutan di era digital.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nur Hidayat
Dokumentasi : Dimaz Andhika Putra

Read More

FMIPA UGM Gandeng Wadhwani Foundation Dorong Inovasi Kewirausahaan Mahasiswa melalui Pendidikan Berbasis Kompetensi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) resmi menjalin kerja sama dengan Wadhwani Foundation, sebuah platform hybrid bersertifikat yang berfokus pada pengembangan kewirausahaan. Kolaborasi ini bertujuan untuk mendorong inovasi di kalangan mahasiswa melalui pendidikan berbasis kompetensi yang terintegrasi.

“Kami berharap kolaborasi ini dapat memudahkan mahasiswa dan dosen dalam memperdalam ide-ide inovatif mereka, terutama untuk menghasilkan startup yang relevan dan berdampak,” ujar Dekan FMIPA UGM. Beliau juga menegaskan bahwa kerja sama ini diharapkan menjadi model bagi institusi pendidikan tinggi lainnya di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan kewirausahaan.

Melalui kerja sama ini, mahasiswa UGM akan memiliki akses ke berbagai program unggulan seperti incubation program, curriculum embedded program, competition program, serta evaluation tool yang mendukung persiapan pitching ide bisnis. “Mahasiswa hanya perlu membayar SKS tanpa biaya tambahan,” jelas perwakilan Wadhwani Foundation, menekankan komitmen platform ini dalam memberikan akses pendidikan yang terjangkau.

Wadhwani Foundation sendiri telah membantu lebih dari 90 ribu wirausahawan dan memiliki 5.000 mahasiswa aktif yang tersebar di 70 institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan menyediakan berbagai sumber daya seperti rencana pembelajaran, video pembelajaran, dan booklet, mahasiswa dapat mengakses materi dengan lebih mudah dan efektif untuk mendukung pengembangan ide-ide kreatif mereka.

Kerja sama ini sejalan dengan tiga poin utama Sustainable Development Goals (SDGs): poin ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas, poin ke-9 mengenai Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, serta poin ke-17 tentang Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Dengan pendidikan berbasis kewirausahaan yang terintegrasi, FMIPA UGM dan Wadhwani Foundation tidak hanya meningkatkan keterampilan mahasiswa tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dan kolaborasi lintas sektor. Kolaborasi strategis ini diharapkan dapat mencetak lebih banyak wirausahawan muda yang siap bersaing secara global sekaligus membawa dampak positif bagi ekosistem inovasi di Indonesia.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Danendra Azriel R.

Read More

Inovasi Energi Terbarukan Bawa Mahasiswa FMIPA UGM Raih Puncak Juara di National Energy Festival 2024

Mahasiswa Geofisika FMIPA UGM kembali mencatatkan prestasi membanggakan dengan memenangkan Business Case Competition yang diselenggarakan oleh Dewan Energi Mahasiswa dalam rangka National Energy Festival (NEF). Tim yang terdiri atas Wanda Marisa Bekti (Geofisika), Maulana Asahana Mustafa (Teknik Mesin), dan Mohamad Lintang (Akuntansi), yang sukses menyelesaikan tantangan dalam tiga tahap kompetisi: geothermal, panel surya, dan biomassa. “Tahap pertama itu tentang geothermal, yang kedua tentang panel surya, dan finalnya membahas biomassa,” papar Wanda.

menjelaskan bahwa tahap kedua, yang membahas panel surya, menjadi tantangan terbesar karena memerlukan analisis teknis yang mendalam. Di tengah jadwal kuliah yang padat, mereka harus menyeimbangkan waktu untuk menyelesaikan tugas kuliah sekaligus menyusun proposal kompetisi.

“Untuk tahap kedua dan final, kami bahkan menyiapkan proposal dan presentasi hanya H-1 sebelum deadline,” ungkap Wanda. Meski bekerja di bawah tekanan waktu yang ketat, tim ini menunjukkan kolaborasi yang solid hingga berhasil melaju ke final dan meraih kemenangan.

Menurut Wanda, keberhasilan mereka bukan hanya soal seberapa banyak waktu yang dimiliki, tetapi bagaimana memanfaatkannya secara maksimal. Kolaborasi antar anggota tim dengan latar belakang disiplin ilmu yang berbeda menjadi kekuatan utama. Strategi yang matang, keberanian untuk mencoba, dan dedikasi penuh menjadi kunci kemenangan mereka.

Wanda berharap keberhasilan ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk tidak ragu menghadapi tantangan baru. Ia menekankan bahwa keberanian untuk mencoba dan memanfaatkan waktu secara maksimal adalah langkah awal menuju kesuksesan. Prestasi ini tidak hanya menunjukkan kemampuan akademik yang unggul, tetapi juga potensi besar mahasiswa UGM dalam menjawab tantangan global di bidang energi. Keberhasilan tim ini turut mengimplementasikan SDGS poin 4 yaitu pendidikan berkualitas melalui kegiatan perlombaan nasional energi dan SDGS poin 7 yaitu energi terjangkau melalui tema business proposal bertemakan geothermal, panel surya dan biomassa.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Wanda Marisa Bekti
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

100 Tahun Mekanika Kuantum: Kontribusi Fisika dalam Mengubah Dunia

Tahun 2025 menandai peringatan 100 tahun mekanika kuantum, sebuah tonggak sejarah dalam dunia fisika yang telah mengubah pemahaman kita tentang alam semesta. Untuk memperingatinya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 2025 sebagai Tahun Internasional Sains dan Teknologi Kuantum. Perayaan ini bukan sekadar nostalgia akademik, tetapi juga pengakuan atas peran besar fisika dalam membentuk teknologi modern yang kita gunakan sehari-hari.

Awal Revolusi Kuantum

Sebelum mekanika kuantum, pemahaman kita tentang alam semesta didasarkan pada fisika klasik, yang bekerja dengan baik untuk benda-benda besar seperti planet dan bintang. Namun, ketika ilmuwan mulai meneliti dunia atom, mereka menemukan anomali yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum fisika Newton. Pada 1925, pertemuan ilmuwan di Konferensi Solvay, Brussels, menjadi titik balik yang melahirkan revolusi kuantum. Para raksasa fisika seperti Albert Einstein, Werner Heisenberg, dan Erwin Schrödinger berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang sifat atom.

Mekanika kuantum membawa konsep revolusioner, seperti superposisi, ketidakpastian Heisenberg, dan entanglement (keterkaitan kuantum), yang mengguncang cara kita memahami realitas. Superposisi berarti partikel kuantum dapat berada dalam beberapa keadaan sekaligus hingga diukur. Entanglement maksudnya adalah dua partikel dapat tetap terhubung meskipun terpisah oleh jarak yang sangat jauh. Sementara itu, ketidakpastian Heisenberg menunjukkan bahwa semakin akurat kita mengukur posisi suatu partikel, semakin sulit mengetahui momentumnya, dan sebaliknya.

Kontribusi Mekanika Kuantum dalam Teknologi Modern

Seabad setelah kelahirannya, mekanika kuantum telah menjadi pilar utama berbagai teknologi mutakhir:

  1. Elektronika dan Komputasi
    Tanpa mekanika kuantum, tidak akan ada transistor dan semikonduktor, yang menjadi dasar bagi semua perangkat elektronik modern, termasuk ponsel pintar dan komputer.
  2. Kedokteran dan Diagnostik
    Teknologi pencitraan medis seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging) memanfaatkan prinsip resonansi kuantum untuk menghasilkan gambaran organ dalam tubuh dengan akurasi tinggi.
  3. Energi Terbarukan
    Panel surya (fotovoltaik) bekerja berdasarkan efek fotolistrik yang pertama kali dijelaskan oleh Einstein, memungkinkan konversi energi matahari menjadi listrik.
  4. Keamanan Digital dan Komunikasi
    Kriptografi kuantum menawarkan sistem keamanan yang hampir tidak bisa diretas, menjadikannya solusi masa depan dalam perlindungan data.
  5. Pemahaman Alam Semesta
    Mekanika kuantum berperan dalam memahami proses fusi nuklir di bintang serta membantu penelitian mengenai evolusi galaksi dan struktur alam semesta.

Masa Depan Fisika Kuantum: Tantangan dan Peluang

Saat dunia merayakan 100 tahun revolusi kuantum, ilmuwan masih berusaha menjawab pertanyaan mendasar yang belum terpecahkan, seperti bagaimana transisi dari dunia kuantum ke dunia klasik terjadi (dekoherensi) dan bagaimana menyatukan mekanika kuantum dengan relativitas umum Einstein.

Selain itu, perkembangan komputasi kuantum menjanjikan lompatan besar dalam berbagai industri, termasuk:

  • Farmasi: Simulasi molekuler untuk menemukan obat baru dengan lebih cepat.
  • Material baru: Pengembangan bahan dengan sifat yang belum pernah ada sebelumnya.
  • Keamanan siber: Sistem enkripsi yang tidak dapat dipecahkan oleh komputer klasik.

Kesadaran Publik dan Peran Pendidikan Fisika

Di tengah pencapaian luar biasa ini, ada tantangan besar di Indonesia: minat generasi muda terhadap fisika semakin menurun. Sistem pendidikan saat ini, termasuk kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), kurang menekankan penguatan dasar-dasar sains, yang mengakibatkan berkurangnya jumlah siswa yang tertarik mendalami fisika.

Stereotip negatif terhadap fisika sebagai mata pelajaran yang sulit dan kurang memberikan prospek kerja yang menjanjikan juga semakin memperburuk keadaan. Padahal, banyak industri berbasis teknologi membutuhkan lulusan fisika dengan keahlian tinggi dalam analisis data, pemodelan matematis, dan pengembangan teknologi canggih.

Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi akademisi, pemerintah, dan industri untuk bekerja sama dalam:

  1. Memperkuat kurikulum fisika agar lebih aplikatif dan menarik.
  2. Mendorong kolaborasi riset antara universitas dan industri untuk menciptakan lapangan kerja berbasis sains.
  3. Meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya fisika melalui media sosial, seminar, dan program edukasi.

Kesimpulan: Fisika sebagai Pilar Masa Depan

100 tahun mekanika kuantum telah membuktikan bahwa fisika bukan sekadar teori, melainkan fondasi bagi kemajuan teknologi dan inovasi yang mengubah dunia. Jika Indonesia ingin menjadi bagian dari revolusi teknologi global, maka pendidikan fisika harus mendapat perhatian lebih serius.

Di tengah perayaan ini, harapannya adalah generasi muda Indonesia kembali tertarik dengan fisika dan menyadari bahwa di balik keajaiban teknologi modern, terdapat peran besar para fisikawan yang telah berjuang untuk memahami alam semesta dari tingkat terkecil hingga terbesar.

Relevansi mekanika kuantum terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sangat kuat, terutama dalam bidang:

SDG 4 (Pendidikan Berkualitas): Mendorong integrasi mekanika kuantum dalam kurikulum sekolah untuk membangun generasi ilmuwan masa depan.
SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau): Pengembangan sel surya berbasis efek kuantum untuk meningkatkan efisiensi energi terbarukan.
SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Mendorong investasi dalam teknologi kuantum untuk mendukung ekonomi digital Indonesia.
SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat): Penggunaan kriptografi kuantum untuk meningkatkan keamanan siber nasional.

Read More

Mahasiswa Magister Fisika UGM Kembangkan Electronic Nose Terkecil Berbasis Sensor QCM

Prestasi membanggakan ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi Magister Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM). Trisna Julian, alumni mahasiswa magister Fisika UGM, pada saat riset tesisnya berhasil mengembangkan sistem electronic nose (e-nose) berbasis sensor gas berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang inovatif, berbiaya rendah, dan memiliki ukuran (hanya sebesar telepon genggam) paling kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal ACS Omega, Trisna dan tim berhasil merancang sistem e-nose portabel yang bekerja berdasarkan prinsip deteksi gravimetrik, di mana perubahan massa akibat adsorpsi molekul pada permukaan polimer dapat menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi sensor QCM. Sistem ini menggunakan array sensor QCM yang difungsikan dengan berbagai lapisan polimer aktif, seperti polyacrylonitrile, poly(vinylidene fluoride), poly(vinyl pyrrolidone), dan poly(vinyl acetate).

Gambar system e-nose dan skema operasionalnya (Julian dkk., 2020)

Salah satu keunggulan utama dari e-nose yang dikembangkan oleh Trisna Julian adalah ukurannya yang sangat kecil dibandingkan dengan e-nose konvensional. Dengan desain yang ringkas, perangkat ini memungkinkan penggunaan yang lebih fleksibel dalam berbagai situasi, termasuk aplikasi medis, industri pangan, dan pemantauan kualitas udara. Selain itu, konsumsi daya yang sangat rendah menjadi faktor pembeda utama dari inovasi ini. Sensor yang digunakan dalam sistem ini beroperasi dalam suhu ruang tanpa memerlukan pemanasan tambahan, sehingga dapat menghemat energi secara signifikan dibandingkan dengan sensor berbasis metal-oxide semiconductors (MOS) yang membutuhkan suhu tinggi untuk bekerja secara optimal.

Sistem e-nose ini dilengkapi dengan sirkuit akuisisi data (DAQ) multisaluran yang telah dikalibrasi, sehingga dapat mencapai resolusi frekuensi hingga 0,5 Hz. Dengan sensitivitas tinggi terhadap berbagai senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOCs), serta dukungan algoritma pembelajaran mesin seperti Linear Discriminant Analysis (LDA) dan Support Vector Machine (SVM), sistem ini mampu mengklasifikasikan berbagai analit dengan tingkat akurasi hingga 99%.

Menurut Trisna Julian, teknologi e-nose ini memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk diagnosis dini penyakit, pemantauan kualitas lingkungan, serta pengujian keamanan dan kualitas produk di industri pangan dan farmasi. “Keunggulan sistem ini adalah ukurannya yang portabel, konsumsi daya yang rendah, serta kemampuan analisis gas yang canggih berkat integrasi kecerdasan buatan,” ujarnya.

Dosen pembimbing penelitian, Prof. Kuwat Triyana, menambahkan bahwa inovasi ini tidak hanya memperkaya keilmuan di bidang sensor dan teknologi deteksi gas, tetapi juga membuka peluang pengembangan lebih lanjut dalam skala industri. “Ke depannya, sistem e-nose ini selain aspek kualitas metode feature extraction dan model machine learning yang digunakan, dapat dikembangkan sensor-sensor yang lebih fokus kepada aplikasi, misalnya fokus untuk mendeteksi tuberculosis, pneumonia, dan deteksi kehalalan makanan/bahan makanan,” jelasnya.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Pengembangan e-nose ini berpotensi membawa dampak positif yang signifikan dalam berbagai sektor, baik sosial maupun ekonomi. Dalam bidang kesehatan, teknologi ini dapat digunakan untuk diagnosis dini penyakit melalui deteksi biomarker gas dalam napas manusia, yang memungkinkan pemeriksaan non-invasif dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan metode konvensional seperti tes darah atau pencitraan medis.

Dari segi industri, e-nose ini dapat diterapkan dalam kontrol kualitas makanan dan minuman, mendukung standar keamanan pangan, serta mengurangi risiko kontaminasi dan kerugian akibat produk cacat. Selain itu, industri farmasi juga dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memastikan stabilitas dan kualitas bahan aktif obat-obatan.

Di sektor lingkungan, e-nose dapat digunakan untuk mendeteksi polusi udara secara real-time, membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam memantau kualitas udara serta mengambil tindakan mitigasi yang lebih cepat terhadap ancaman polusi. Dengan sifatnya yang portabel dan hemat energi, e-nose ini sangat ideal untuk diterapkan dalam berbagai kondisi, termasuk di daerah terpencil atau minim infrastruktur.

Gambar klasifikasi gas menggunakan linear discriminant analysis (LDA)

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs)

Inovasi ini sejalan dengan dua poin utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB):

  1. SDG 3 – Good Health and Well-Being: Teknologi e-nose ini mendukung kesehatan masyarakat dengan memungkinkan deteksi dini penyakit dan pemantauan kualitas udara yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan akibat polusi dan keterlambatan diagnosis.
  2. SDG 9 – Industry, Innovation, and Infrastructure: Pengembangan teknologi berbasis e-nose ini mendorong inovasi dalam industri kesehatan, pangan, dan lingkungan, serta membuka peluang bagi sektor manufaktur dalam menciptakan produk berbasis sensor yang lebih canggih dan efisien.

Penelitian ini merupakan bagian dari upaya UGM dalam mengembangkan teknologi berbasis riset yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dengan prestasi ini, Trisna Julian telah membuktikan bahwa mahasiswa UGM mampu bersaing dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat internasional.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai penelitian ini, kunjungi publikasi di jurnal ACS Omega: ACS Omega, 2020, 5, 29492–29503.

Read More

Sensor Safrole Berbasis Nanofiber PVAc: Inovasi Baru untuk Deteksi Precursor Ekstasi

Yogyakarta, Indonesia — Tim peneliti dari Lab Fisika Material dan Instrumentasi, Departemen Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama mitra peneliti dari Universitas Sebelas Maret dan Technische Universität Braunschweig, Germany serta dukungan dari Mabes Polri Jakarta berhasil mengembangkan prototipe sensor safrole berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dilapisi nanofiber polivinil asetat (PVAc). Sensor ini dinilai sangat sensitif, selektif, dan berbiaya rendah, sehingga berpotensi menjadi alat pendeteksi dini yang efektif untuk memerangi produksi ekstasi (MDMA) secara ilegal.

Mengapa Safrole Penting? 

Safrole adalah minyak kuning pucat yang secara alami ditemukan dalam tanaman seperti pala dan kayu manis. Namun, senyawa ini juga merupakan precursor kunci dalam sintesis ekstasi, obat psikoaktif ilegal yang banyak disalahgunakan. Menurut Interpol, pasar gelap ekstasi global diperkirakan bernilai $12 miliar per tahun, dengan Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah produksi utama. Di Indonesia, kasus peredaran ekstasi meningkat 25% dalam lima tahun terakhir (Badan Narkotika Nasional, 2023).

Prototip sensor baru ini mampu mendeteksi safrole hingga 0,7 bagian per juta (ppm) sehingga cukup sensitif. “Ini langkah inovatif untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sekaligus melindungi masyarakat dari dampak narkoba,” ujar Prof. Kuwat Triyana, ketua tim peneliti.

Teknologi di Balik Sensor 

Sensor QCM bekerja dengan mengukur perubahan frekuensi getaran kristal kuarsa saat molekul safrole menempel pada permukaannya. Untuk meningkatkan sensitivitas, tim UGM menggunakan lapisan nanofiber PVAc yang dibuat melalui teknik electrospinning.

Dampak Sosial dan Kriminal 

Pengembangan sensor ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang luas:

  1. Pencegahan Kejahatan Terorganisir: Jaringan narkoba sering menggunakan safrole yang diselundupkan dari industri legal (misalnya, minyak atsiri) untuk produksi ekstasi. Sensor portabel ini dapat digunakan di bandara, pelabuhan, atau lokasi rawan untuk mendeteksi safrole secara real-time.
  2. Perlindungan Lingkungan: Produksi ekstasi ilegal sering meninggalkan limbah kimia beracun. Deteksi dini safrole dapat memutus mata rantai produksi sebelum merusak ekosistem.
  3. Kesehatan Publik: Ekstasi menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, dan risiko overdosis. Dengan membatasi akses bahan bakunya, sensor ini turut mendukung program rehabilitasi pengguna narkoba.

Gambar 1 adalah foto dengan scanning electron microscopy (SEM, JEOL JSM-6510)memperlihatkan perbandingan morfologi permukaan sensor berupa PVAc antara bentuk film tipis (halus dengan pori-pori kecil) dan nanofiber (bertekstur kasar dengan pori-pori besar). Struktur nanofiber meningkatkan luas permukaan hingga 3 kali lipat, memungkinkan lebih banyak molekul safrole terikat.

Gambar 2 menjelaskan mekanisme interaksi antara PVAc dan safrole. Gugus oksigen pada PVAc (bersifat basa Lewis) berikatan dengan proton pada safrole (asam Lewis) melalui gaya dipol-dipol. Interaksi fisik ini memicu pergeseran frekuensi QCM, yang kemudian diterjemahkan sebagai sinyal deteksi.

Tautan dengan SDGs 

Penelitian ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):

– SDG 3 (Kesehatan yang Baik): Meminimalkan dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkoba.

– SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Inovasi teknologi sensor yang terjangkau.

– SDG 16 (Perdamaian dan Keadilan): Memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.

Potensi Pasar dan Tantangan 

Tim peneliti telah bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia untuk uji coba sensor di lapangan. Jika diproduksi massal, harga sensor ini diprediksi 50% lebih murah dibandingkan alat kromatografi konvensional. Namun, tantangan tetap ada, seperti interferensi uap air dan kebutuhan kalibrasi rutin.

“Kami berharap kelak kalau sensor ini sudah diproduksi dengan standar industri tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga di negara lain yang menghadapi masalah serupa,” tambah Kuwat Triyana.

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian: Triyana, K. et al. (2019). A highly sensitive safrole sensor based on polyvinyl acetate (PVAc) nanofiber-coated QCM. Scientific Reports, 9(1), 15407.

#LawanNarkoba #InovasiIndonesia #SDGs

Read More

Bangun Kesolidan dan Inovasi dalam Dunia Pendidikan, FMIPA UGM Adakan Workshop Dosen Muda Fakultas MIPA UGM

Pada Selasa, 3 Desember 2024, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) mengadakan workshop dan outbound yang bertempat di Solia Zigna Kampung Batik Laweyan, Solo. Kegiatan ini diikuti oleh dosen muda dan dosen senior FMIPA UGM dengan tujuan mempererat solidaritas antar dosen muda sekaligus memperkuat ekosistem inovasi di fakultas.

Workshop dibuka dengan sesi yang dipandu oleh Prof. Dr. Eng. Ir. Deendarlianto, S.T., M.Eng., yang memberikan materi tentang strategi membangun riset berkualitas serta pentingnya kolaborasi internasional dan hubungan dengan industri. Dalam paparannya, Prof. Deendarlianto menekankan peran dosen muda sebagai pilar utama perguruan tinggi yang memiliki tanggung jawab besar dalam berkontribusi pada ilmu pengetahuan di tingkat global. “Dosen muda adalah tulang punggung perguruan tinggi. Mereka harus mampu meningkatkan kontribusi ilmiah melalui tim inovasi yang solid,” ujarnya.

Pada sesi berikutnya, Pak Edi menguraikan pentingnya riset dan publikasi, terutama terkait dengan akses pendanaan yang menjadi faktor krusial dalam keberlanjutan riset di FMIPA UGM. Ia mencatat bahwa FMIPA UGM konsisten berada di posisi tiga besar dalam penerimaan hibah riset nasional. “Yang paling penting adalah menjaga semangat dalam riset dan publikasi untuk mencapai hasil yang lebih besar,” kata Pak Edi. Ia juga menegaskan perlunya keseimbangan antara hardskill dan softskill, serta inovasi yang berkelanjutan.

Bapak Wiwit melanjutkan dengan sesi terakhir yang membahas peran mimpi dan reputasi dalam dunia akademik. Ia mendorong peserta untuk berfokus pada publikasi di jurnal terkemuka sebagai cara membangun reputasi individu sekaligus institusi. “Reputasi FMIPA UGM akan berkembang melalui publikasi yang berkualitas. Dengan reputasi tersebut, kolaborasi dan kemajuan lebih lanjut dapat tercapai,” paparnya.

Acara ini sangat relevan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 4, yaitu Pendidikan Berkualitas. Melalui kegiatan ini, FMIPA UGM berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan riset, serta membangun kemitraan yang lebih kuat antara perguruan tinggi dan industri guna menciptakan inovasi yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Workshop dan outbound ini menjadi momen penting dalam membangun kolaborasi dan ekosistem inovasi di FMIPA UGM. Dengan soliditas antar dosen muda dan dukungan penuh dari dosen senior, acara ini diharapkan tidak hanya memperkuat kompetensi individu, tetapi juga membawa dampak positif pada reputasi dan kontribusi FMIPA UGM di tingkat nasional dan global.

Penulis: Chairunnisa Anggun Setiono
Dokumentasi:  Chairunnisa Anggun Setiono
Editor: Chairunnisa Anggun Setiono

Read More

Mahasiswa FMIPA UGM Berikan Inovasi dan Edukasi sebagai Upaya Menjawab Tantangan Pengelolaan Sampah DIY Secara Berkelanjutan

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini dihadapkan pada tantangan besar dalam pengelolaan sampah, khususnya setelah penurunan signifikan daya tampung Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) regional pada 2023, dari 780 ton menjadi hanya 450 ton per hari. Meskipun volume sampah yang dikelola berhasil ditekan menjadi 756 ton per hari, data menunjukkan produksi sampah tetap stabil di angka 1.231,55 ton per hari. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak sampah yang tidak tertangani dengan baik, menciptakan masalah lingkungan yang mendesak untuk diatasi.

Menjawab situasi ini, pemerintah DIY menginisiasi pendekatan holistik untuk meredam dampak lingkungan sekaligus membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah mengintegrasikan edukasi lingkungan ke dalam sistem pendidikan. Melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), siswa didorong untuk aktif belajar tentang pengelolaan sampah melalui berbagai kegiatan praktis, seperti pembuatan kompos, daur ulang, dan kampanye kesadaran lingkungan. Selain itu, gerakan membawa tumbler dan kotak makanan pribadi terus digencarkan, bahkan disertai insentif berupa diskon di kantin sekolah guna meningkatkan partisipasi siswa.

“Pemerintah juga akan memperkuat pengelolaan sampah organik secara mandiri di tingkat rumah tangga, misalnya dengan metode biopori atau kompos,” ujar Guntur, perwakilan dari KM FMIPA UGM. Ia menambahkan bahwa program ini juga melibatkan penunjukan Person in Charge (PIC) di setiap kecamatan untuk memonitor keberlanjutan program pengelolaan sampah.

Selain melalui edukasi, inovasi teknologi menjadi salah satu pilar utama dalam strategi pengelolaan sampah DIY. Teknologi penangkapan gas metana mulai diimplementasikan di tempat pembuangan akhir (TPA). Teknologi ini tidak hanya membantu mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga memungkinkan pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Dengan kombinasi kebijakan, edukasi, dan inovasi teknologi, pemerintah DIY berharap tidak hanya dapat menangani krisis sampah, tetapi juga menciptakan sistem pengelolaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dukungan aktif dari masyarakat, mulai dari rumah tangga hingga komunitas pendidikan, serta sinergi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan langkah besar ini. Kegiatan ini turut mendukung implementasi beberapa poin Sustainable Development Goals (SDGs), seperti SDGs 11: Manajemen Bencana melalui kolaborasi dalam mengatasi krisis sampah, serta SDGs 15: Pengelolaan Ekosistem melalui penerapan teknologi pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran. Dengan langkah-langkah strategis ini, DIY bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Muhammad Guntur
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More

Ciptakan Dashboard Inovatif, Mahasiswa FMIPA UGM Sabet Juara 2 di Ajang Dashboard Analysis Competition 2024

Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada kembali mencetak prestasi gemilang di ajang Gerakan Belajar Bersama Sains Data (Gelar Rasa) 2024. Tim yang terdiri dari Cintya Kusumawardhani, Dimaz Andhika Putra, dan Natasya Marchelina C. S., berhasil meraih juara kedua dalam kategori Dashboard Analysis Competition.

Selama satu bulan penuh, mulai dari babak penyisihan pada 2 November hingga final pada 30 November 2024, tim ini menciptakan sebuah dashboard analisis yang dirancang untuk membantu perusahaan memahami kepuasan pengguna Airbnb sekaligus meninjau kondisi properti yang ditawarkan. “Melalui dashboard ini, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis,” ujar Dimaz, salah satu anggota tim, menegaskan potensi aplikasi nyata dari hasil kerja mereka.

Keberhasilan tim ini bukan hanya kebanggaan bagi FMIPA UGM tetapi juga kontribusi penting terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas dan poin ke-9 mengenai Industri, Inovasi, dan Infrastruktur. Solusi berbasis teknologi yang mereka kembangkan menunjukkan bagaimana analisis data dapat mendorong efisiensi bisnis sekaligus memajukan inovasi berkelanjutan di era digital.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nur Hidayat
Dokumentasi : Dimaz Andhika Putra

Read More

FMIPA UGM Gandeng Wadhwani Foundation Dorong Inovasi Kewirausahaan Mahasiswa melalui Pendidikan Berbasis Kompetensi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM) resmi menjalin kerja sama dengan Wadhwani Foundation, sebuah platform hybrid bersertifikat yang berfokus pada pengembangan kewirausahaan. Kolaborasi ini bertujuan untuk mendorong inovasi di kalangan mahasiswa melalui pendidikan berbasis kompetensi yang terintegrasi.

“Kami berharap kolaborasi ini dapat memudahkan mahasiswa dan dosen dalam memperdalam ide-ide inovatif mereka, terutama untuk menghasilkan startup yang relevan dan berdampak,” ujar Dekan FMIPA UGM. Beliau juga menegaskan bahwa kerja sama ini diharapkan menjadi model bagi institusi pendidikan tinggi lainnya di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan kewirausahaan.

Melalui kerja sama ini, mahasiswa UGM akan memiliki akses ke berbagai program unggulan seperti incubation program, curriculum embedded program, competition program, serta evaluation tool yang mendukung persiapan pitching ide bisnis. “Mahasiswa hanya perlu membayar SKS tanpa biaya tambahan,” jelas perwakilan Wadhwani Foundation, menekankan komitmen platform ini dalam memberikan akses pendidikan yang terjangkau.

Wadhwani Foundation sendiri telah membantu lebih dari 90 ribu wirausahawan dan memiliki 5.000 mahasiswa aktif yang tersebar di 70 institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan menyediakan berbagai sumber daya seperti rencana pembelajaran, video pembelajaran, dan booklet, mahasiswa dapat mengakses materi dengan lebih mudah dan efektif untuk mendukung pengembangan ide-ide kreatif mereka.

Kerja sama ini sejalan dengan tiga poin utama Sustainable Development Goals (SDGs): poin ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas, poin ke-9 mengenai Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, serta poin ke-17 tentang Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Dengan pendidikan berbasis kewirausahaan yang terintegrasi, FMIPA UGM dan Wadhwani Foundation tidak hanya meningkatkan keterampilan mahasiswa tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dan kolaborasi lintas sektor. Kolaborasi strategis ini diharapkan dapat mencetak lebih banyak wirausahawan muda yang siap bersaing secara global sekaligus membawa dampak positif bagi ekosistem inovasi di Indonesia.

Penulis : Meitha Eka Nurhasanah
Editor : Sulaiman Nurhidayat
Dokumentasi : Danendra Azriel R.

Read More

Inovasi Energi Terbarukan Bawa Mahasiswa FMIPA UGM Raih Puncak Juara di National Energy Festival 2024

Mahasiswa Geofisika FMIPA UGM kembali mencatatkan prestasi membanggakan dengan memenangkan Business Case Competition yang diselenggarakan oleh Dewan Energi Mahasiswa dalam rangka National Energy Festival (NEF). Tim yang terdiri atas Wanda Marisa Bekti (Geofisika), Maulana Asahana Mustafa (Teknik Mesin), dan Mohamad Lintang (Akuntansi), yang sukses menyelesaikan tantangan dalam tiga tahap kompetisi: geothermal, panel surya, dan biomassa. “Tahap pertama itu tentang geothermal, yang kedua tentang panel surya, dan finalnya membahas biomassa,” papar Wanda.

menjelaskan bahwa tahap kedua, yang membahas panel surya, menjadi tantangan terbesar karena memerlukan analisis teknis yang mendalam. Di tengah jadwal kuliah yang padat, mereka harus menyeimbangkan waktu untuk menyelesaikan tugas kuliah sekaligus menyusun proposal kompetisi.

“Untuk tahap kedua dan final, kami bahkan menyiapkan proposal dan presentasi hanya H-1 sebelum deadline,” ungkap Wanda. Meski bekerja di bawah tekanan waktu yang ketat, tim ini menunjukkan kolaborasi yang solid hingga berhasil melaju ke final dan meraih kemenangan.

Menurut Wanda, keberhasilan mereka bukan hanya soal seberapa banyak waktu yang dimiliki, tetapi bagaimana memanfaatkannya secara maksimal. Kolaborasi antar anggota tim dengan latar belakang disiplin ilmu yang berbeda menjadi kekuatan utama. Strategi yang matang, keberanian untuk mencoba, dan dedikasi penuh menjadi kunci kemenangan mereka.

Wanda berharap keberhasilan ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk tidak ragu menghadapi tantangan baru. Ia menekankan bahwa keberanian untuk mencoba dan memanfaatkan waktu secara maksimal adalah langkah awal menuju kesuksesan. Prestasi ini tidak hanya menunjukkan kemampuan akademik yang unggul, tetapi juga potensi besar mahasiswa UGM dalam menjawab tantangan global di bidang energi. Keberhasilan tim ini turut mengimplementasikan SDGS poin 4 yaitu pendidikan berkualitas melalui kegiatan perlombaan nasional energi dan SDGS poin 7 yaitu energi terjangkau melalui tema business proposal bertemakan geothermal, panel surya dan biomassa.

Penulis: Ratih Cintia Sari
Dokumentasi: Wanda Marisa Bekti
Editor: Sulaiman Nurhidayat

Read More
Translate