Sensor Safrole Berbasis Nanofiber PVAc: Inovasi Baru untuk Deteksi Precursor Ekstasi
Yogyakarta, Indonesia — Tim peneliti dari Lab Fisika Material dan Instrumentasi, Departemen Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama mitra peneliti dari Universitas Sebelas Maret dan Technische Universität Braunschweig, Germany serta dukungan dari Mabes Polri Jakarta berhasil mengembangkan prototipe sensor safrole berbasis Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dilapisi nanofiber polivinil asetat (PVAc). Sensor ini dinilai sangat sensitif, selektif, dan berbiaya rendah, sehingga berpotensi menjadi alat pendeteksi dini yang efektif untuk memerangi produksi ekstasi (MDMA) secara ilegal.
Mengapa Safrole Penting?
Safrole adalah minyak kuning pucat yang secara alami ditemukan dalam tanaman seperti pala dan kayu manis. Namun, senyawa ini juga merupakan precursor kunci dalam sintesis ekstasi, obat psikoaktif ilegal yang banyak disalahgunakan. Menurut Interpol, pasar gelap ekstasi global diperkirakan bernilai $12 miliar per tahun, dengan Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah produksi utama. Di Indonesia, kasus peredaran ekstasi meningkat 25% dalam lima tahun terakhir (Badan Narkotika Nasional, 2023).
Prototip sensor baru ini mampu mendeteksi safrole hingga 0,7 bagian per juta (ppm) sehingga cukup sensitif. “Ini langkah inovatif untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sekaligus melindungi masyarakat dari dampak narkoba,” ujar Prof. Kuwat Triyana, ketua tim peneliti.
Teknologi di Balik Sensor
Sensor QCM bekerja dengan mengukur perubahan frekuensi getaran kristal kuarsa saat molekul safrole menempel pada permukaannya. Untuk meningkatkan sensitivitas, tim UGM menggunakan lapisan nanofiber PVAc yang dibuat melalui teknik electrospinning.
Dampak Sosial dan Kriminal
Pengembangan sensor ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang luas:
- Pencegahan Kejahatan Terorganisir: Jaringan narkoba sering menggunakan safrole yang diselundupkan dari industri legal (misalnya, minyak atsiri) untuk produksi ekstasi. Sensor portabel ini dapat digunakan di bandara, pelabuhan, atau lokasi rawan untuk mendeteksi safrole secara real-time.
- Perlindungan Lingkungan: Produksi ekstasi ilegal sering meninggalkan limbah kimia beracun. Deteksi dini safrole dapat memutus mata rantai produksi sebelum merusak ekosistem.
- Kesehatan Publik: Ekstasi menyebabkan ketergantungan, gangguan mental, dan risiko overdosis. Dengan membatasi akses bahan bakunya, sensor ini turut mendukung program rehabilitasi pengguna narkoba.
Gambar 1 adalah foto dengan scanning electron microscopy (SEM, JEOL JSM-6510)memperlihatkan perbandingan morfologi permukaan sensor berupa PVAc antara bentuk film tipis (halus dengan pori-pori kecil) dan nanofiber (bertekstur kasar dengan pori-pori besar). Struktur nanofiber meningkatkan luas permukaan hingga 3 kali lipat, memungkinkan lebih banyak molekul safrole terikat.
Gambar 2 menjelaskan mekanisme interaksi antara PVAc dan safrole. Gugus oksigen pada PVAc (bersifat basa Lewis) berikatan dengan proton pada safrole (asam Lewis) melalui gaya dipol-dipol. Interaksi fisik ini memicu pergeseran frekuensi QCM, yang kemudian diterjemahkan sebagai sinyal deteksi.
Tautan dengan SDGs
Penelitian ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):
– SDG 3 (Kesehatan yang Baik): Meminimalkan dampak kesehatan dari penyalahgunaan narkoba.
– SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur): Inovasi teknologi sensor yang terjangkau.
– SDG 16 (Perdamaian dan Keadilan): Memerangi kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.
Potensi Pasar dan Tantangan
Tim peneliti telah bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia untuk uji coba sensor di lapangan. Jika diproduksi massal, harga sensor ini diprediksi 50% lebih murah dibandingkan alat kromatografi konvensional. Namun, tantangan tetap ada, seperti interferensi uap air dan kebutuhan kalibrasi rutin.
“Kami berharap kelak kalau sensor ini sudah diproduksi dengan standar industri tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga di negara lain yang menghadapi masalah serupa,” tambah Kuwat Triyana.
Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian: Triyana, K. et al. (2019). A highly sensitive safrole sensor based on polyvinyl acetate (PVAc) nanofiber-coated QCM. Scientific Reports, 9(1), 15407.
#LawanNarkoba #InovasiIndonesia #SDGs