Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search
Search

Juni 15, 2017

Mahasiswa UGM Berhasil Meneliti Metode Baru Uji Formalin

Penggunaan formalin masih kerap dijumpai sebagai pengawet berbagai bahan makanan, seperti tahu, mie, dan ikan asin. Penggunaan formalin sebagai bahan aditif makanan telah dilarang oleh pemerintah.

Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 22/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Alasannya, pemakaian formalin dapat menyebabkan masalah pernapasan, sakit kepala, mual, iritasi pada organ pencernaan, kanker hingga kematian.

Hal tersebut mendorong empat mahasiswa S1 Program Studi Kimia, FMIPA UGM, yaitu Dadang Ovianto, Natasha Nur Fadilah, Firda Aulia’i Rahmani Ma’ruf dan Ida Bagus Alit Rai Sugiharta melakukan penelitian senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan formalin dalam bahan pangan. Dengan bimbingan Dr. Bambang Purwono, Ph.D, mereka telah berhasil mensintesis dan meneliti senyawa turunan piridin sebagai kemosensor.

“Alasan memilih senyawa turunan piridin karena menunjukkan beragam aktivitas biologi, seperti antimalaria, antioksidan, anestetik, antibakteri dan antiparasit,” ujar Danang Ovianto, di FMIPA UGM, Kamis (15/6).

Danang menjelaskan belum banyak penelitian yang dilakukan pada senyawa turunan piridin sebagai senyawa kemosensor. Kemosensor merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai sensor.

Sedangkan metode yang digunakan untuk mendeteksi formalin adalah dengan mengambil sebagian dari sampel dan dicelupkan ke dalam larutan senyawa kemosensor. Awalnya, larutan tersebut tidak berwarna hingga akan berubah warna menjadi warna kuning.

Lantas kemosensor dapat mengalami perubahan warna pendaran yang dapat diamati secara fluoresensi. Penggunaan metode ini dapat dipergunakan secara kualitatif maupun kuantitatif.

“Dengan mengetahui adanya kandungan formalin dalam bahan pangan maka bahan pangan yang tidak memenuhi syarat dapat dihindarkan peredarannya dalam masyarakat,” papar Danang.

Danang Ovianto mengaku bersyukur karena penelitian ini mendapat bantuan pendanaan dari DIKTI melalui ajang PKM bidang penelitian eksakta (PKM-PE). Menurutnya, keunggulan senyawa kemosensor dalam penelitian ini adalah dapat diamati secara visual perubahan warna larutan dengan adanya formalin, sementara secara kimia akan membentuk struktur yang stabil, kuat, dan dapat balik.

“Selain itu, tidak membutuhkan pemanasan dan pengondisian pH serta penambahan reagen lain. Dengan begitu, kemosensor dapat digunakan untuk mendeteksi formalin dalam sampel secara real time,” jelasnya. (Humas UGM/ Agung)

sumber

Read More

JENGGO, Alat Peraga Edukatif Pembelajaran Matematika Anak

Mahasiswa UGM tak henti-hentinya menciptakan karya yang solutif dan inovatif. Kali ini sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam PKM bidang Kewirausahaan (PKM-K) menciptakan mainan sebagai solusi pembelajaran matematika bagi anak. Mainan yang diberi nama JENGGO merupakan karya inovasi oleh mahasiswa UGM yang terdiri dari Anggita Windi Tiasari (FMIPA), Meilinda Chrisdian Pertiwi (FMIPA), Safita Ema Amalia (FMIPA), Galih Yudithya Utama (FMIPA) dan Micahel Sigit Wicaksono Anugrah Kristanto (FTP). JENGGO merupakan paduan permainan seru antara jenga dan lego

Pembuatan JENGGO dilatarbelakangi atas permasalahan yang ditemui oleh tim dan melihat bahwa matematika merupakan ilmu yang diterapkan pada berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matematika cukup penting dalam kehidupan sehari-hari. Tim beranggapan bahwa pemahaman ilmu matematika akan lebih baik diajarkan sejak usia dini, terutama bagi anak berada di jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP. Dengan begitu, pada jenjang studi selanjutnya mereka akan lebih mudah mempelajari ilmu matematika.

“Matematika sudah mulai dikenalkan sejak anak-anak di jenjang  yang masih dini, namun banyak yang menganggap matematika sulit dan menjadikannya momok,” ujar Meilinda, Kamis (15/6).

Anak-anak cenderung lebih suka bermain daripada belajar kontradiktif. Selain itu, masa anak-anak adalah masa yang baik untuk belajar. Hal tersebut menginspirasi Meilinda dan tim untuk membuat sebuah alat peraga edukasi (APE). Kelebihan alat ini anak-anak dapat bermain sambil belajar. Menurut Meilinda, matematika sebenarnya sudah cukup familiar sejak usia dini, namun anggapan bahwa matematika sulit menyebabkan anak-anak menjadi malas belajar dan cenderung menghindari matematika.

“Anak-anak terkadang lebih suka bermain daripada belajar,“ imbuh Meilinda.

JENGGO memiliki bentuk seperti jenga dengan inovasi pada pewarnaan balok yang diharapkan menjadi salah satu daya tarik anak-anak untuk ikut bermain. Selain itu, inovasi juga diberikan pada bentuk balok yang dapat dilepas pasang seperti lego. Balok yang dilepas pasang ini memiliki lima varian bentuk, yaitu segitiga, lingkaran, trapesium, jajaran genjang dan bujur sangkar. Inovasi ini sekaligus memberi pengetahuan pada anak-anak mengenai macam bangun datar yang umum diketahui.

Kelebihan produk JENGGO dibandingkan dengan produk jenga yang telah ada sebelumnya adalah adanya balok yang dapat dilepas pasang. Selain itu, ada kartu petunjuk bermain yang universal namun unik. Universal yang dimaksud yakni dapat digunakan oleh PAUD hingga SMP yang masing-masing memiliki aturan permainan dan dapat disesuaikan umur atau jenjang sekolah.

Cara bermain JENGGO cukup mudah dan dapat dimainkan bersama dua atau lebih pemain. Langkah pertama, tiap tiga balok disusun rapi ke atas, kemudian dua dadu dikocok. Setelah itu, pemain mengambil kartu petunjuk bermain, sekaligus mengambil balok sesuai angka hasil pengerjaan petunjuk di kartu. Setelah itu, ditaruh di lapisan jenggo paling atas, begitu seterusnya hingga roboh. Apabila pemain mendapat balok lepas pasang maka ia harus menyebutkan bangun datar di balok tersebut.

JENGGO dapat digunakan oleh anak-anak jenjang PAUD hingga SMP dan dapat digunakan sebagai pendamping guru untuk mengajar. Dengan adanya inovasi JENGGO, tim ini  berharap dapat berkontribusi untuk negeri dengan menjunjung slogan pemantik semangat think big, start small, act now. “Dari UGM kita bangun Jogja untuk Indonesia menuju pentas dunia,” tambah Meilinda. (Humas UGM/Catur)

sumber

Read More

Mahasiswa UGM Berhasil Meneliti Metode Baru Uji Formalin

Penggunaan formalin masih kerap dijumpai sebagai pengawet berbagai bahan makanan, seperti tahu, mie, dan ikan asin. Penggunaan formalin sebagai bahan aditif makanan telah dilarang oleh pemerintah.

Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 22/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Alasannya, pemakaian formalin dapat menyebabkan masalah pernapasan, sakit kepala, mual, iritasi pada organ pencernaan, kanker hingga kematian.

Hal tersebut mendorong empat mahasiswa S1 Program Studi Kimia, FMIPA UGM, yaitu Dadang Ovianto, Natasha Nur Fadilah, Firda Aulia’i Rahmani Ma’ruf dan Ida Bagus Alit Rai Sugiharta melakukan penelitian senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan formalin dalam bahan pangan. Dengan bimbingan Dr. Bambang Purwono, Ph.D, mereka telah berhasil mensintesis dan meneliti senyawa turunan piridin sebagai kemosensor.

“Alasan memilih senyawa turunan piridin karena menunjukkan beragam aktivitas biologi, seperti antimalaria, antioksidan, anestetik, antibakteri dan antiparasit,” ujar Danang Ovianto, di FMIPA UGM, Kamis (15/6).

Danang menjelaskan belum banyak penelitian yang dilakukan pada senyawa turunan piridin sebagai senyawa kemosensor. Kemosensor merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai sensor.

Sedangkan metode yang digunakan untuk mendeteksi formalin adalah dengan mengambil sebagian dari sampel dan dicelupkan ke dalam larutan senyawa kemosensor. Awalnya, larutan tersebut tidak berwarna hingga akan berubah warna menjadi warna kuning.

Lantas kemosensor dapat mengalami perubahan warna pendaran yang dapat diamati secara fluoresensi. Penggunaan metode ini dapat dipergunakan secara kualitatif maupun kuantitatif.

“Dengan mengetahui adanya kandungan formalin dalam bahan pangan maka bahan pangan yang tidak memenuhi syarat dapat dihindarkan peredarannya dalam masyarakat,” papar Danang.

Danang Ovianto mengaku bersyukur karena penelitian ini mendapat bantuan pendanaan dari DIKTI melalui ajang PKM bidang penelitian eksakta (PKM-PE). Menurutnya, keunggulan senyawa kemosensor dalam penelitian ini adalah dapat diamati secara visual perubahan warna larutan dengan adanya formalin, sementara secara kimia akan membentuk struktur yang stabil, kuat, dan dapat balik.

“Selain itu, tidak membutuhkan pemanasan dan pengondisian pH serta penambahan reagen lain. Dengan begitu, kemosensor dapat digunakan untuk mendeteksi formalin dalam sampel secara real time,” jelasnya. (Humas UGM/ Agung)

sumber

Read More

JENGGO, Alat Peraga Edukatif Pembelajaran Matematika Anak

Mahasiswa UGM tak henti-hentinya menciptakan karya yang solutif dan inovatif. Kali ini sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam PKM bidang Kewirausahaan (PKM-K) menciptakan mainan sebagai solusi pembelajaran matematika bagi anak. Mainan yang diberi nama JENGGO merupakan karya inovasi oleh mahasiswa UGM yang terdiri dari Anggita Windi Tiasari (FMIPA), Meilinda Chrisdian Pertiwi (FMIPA), Safita Ema Amalia (FMIPA), Galih Yudithya Utama (FMIPA) dan Micahel Sigit Wicaksono Anugrah Kristanto (FTP). JENGGO merupakan paduan permainan seru antara jenga dan lego

Pembuatan JENGGO dilatarbelakangi atas permasalahan yang ditemui oleh tim dan melihat bahwa matematika merupakan ilmu yang diterapkan pada berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matematika cukup penting dalam kehidupan sehari-hari. Tim beranggapan bahwa pemahaman ilmu matematika akan lebih baik diajarkan sejak usia dini, terutama bagi anak berada di jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP. Dengan begitu, pada jenjang studi selanjutnya mereka akan lebih mudah mempelajari ilmu matematika.

“Matematika sudah mulai dikenalkan sejak anak-anak di jenjang  yang masih dini, namun banyak yang menganggap matematika sulit dan menjadikannya momok,” ujar Meilinda, Kamis (15/6).

Anak-anak cenderung lebih suka bermain daripada belajar kontradiktif. Selain itu, masa anak-anak adalah masa yang baik untuk belajar. Hal tersebut menginspirasi Meilinda dan tim untuk membuat sebuah alat peraga edukasi (APE). Kelebihan alat ini anak-anak dapat bermain sambil belajar. Menurut Meilinda, matematika sebenarnya sudah cukup familiar sejak usia dini, namun anggapan bahwa matematika sulit menyebabkan anak-anak menjadi malas belajar dan cenderung menghindari matematika.

“Anak-anak terkadang lebih suka bermain daripada belajar,“ imbuh Meilinda.

JENGGO memiliki bentuk seperti jenga dengan inovasi pada pewarnaan balok yang diharapkan menjadi salah satu daya tarik anak-anak untuk ikut bermain. Selain itu, inovasi juga diberikan pada bentuk balok yang dapat dilepas pasang seperti lego. Balok yang dilepas pasang ini memiliki lima varian bentuk, yaitu segitiga, lingkaran, trapesium, jajaran genjang dan bujur sangkar. Inovasi ini sekaligus memberi pengetahuan pada anak-anak mengenai macam bangun datar yang umum diketahui.

Kelebihan produk JENGGO dibandingkan dengan produk jenga yang telah ada sebelumnya adalah adanya balok yang dapat dilepas pasang. Selain itu, ada kartu petunjuk bermain yang universal namun unik. Universal yang dimaksud yakni dapat digunakan oleh PAUD hingga SMP yang masing-masing memiliki aturan permainan dan dapat disesuaikan umur atau jenjang sekolah.

Cara bermain JENGGO cukup mudah dan dapat dimainkan bersama dua atau lebih pemain. Langkah pertama, tiap tiga balok disusun rapi ke atas, kemudian dua dadu dikocok. Setelah itu, pemain mengambil kartu petunjuk bermain, sekaligus mengambil balok sesuai angka hasil pengerjaan petunjuk di kartu. Setelah itu, ditaruh di lapisan jenggo paling atas, begitu seterusnya hingga roboh. Apabila pemain mendapat balok lepas pasang maka ia harus menyebutkan bangun datar di balok tersebut.

JENGGO dapat digunakan oleh anak-anak jenjang PAUD hingga SMP dan dapat digunakan sebagai pendamping guru untuk mengajar. Dengan adanya inovasi JENGGO, tim ini  berharap dapat berkontribusi untuk negeri dengan menjunjung slogan pemantik semangat think big, start small, act now. “Dari UGM kita bangun Jogja untuk Indonesia menuju pentas dunia,” tambah Meilinda. (Humas UGM/Catur)

sumber

Read More
Translate