Search

UNIVERSITAS GADJAH MADA FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES 

Search
Search

Mei 3, 2014

Penawaran Beasiswa KSE 2014/2015

Yayasan Karya Salemba Empat ditahun akademik 2014/2015 menawarkan kembali beasiswa kepada mahasiswa S-1 Universitas Gadjah Mada, untuk persyaratan dan alur pendaftarannya sbb: penawaran beasiswa KSE 2014-2015

Read More

Andrias Ekoyuwono

andriasAndrias has graduated from Gadjah Mada University in May 2003 majoring in Computer Science. He has enthusiastic personality, fast learner, having good interpersonal skill. Andrias has professional experiences in full marketing cycle (market research, product planning, business development, marketing communication, and sales). His previous experience reflected his unique knowledge combination of Marketing, Sales, IT/Telco, and Human Resource. He also has deep knowledge about online marketing.

Andrias also spoke in Radio Talkshows, Workshops, and Seminars. Being active in some business and marketing communities, Andrias loves writing articles. He really put his interest in writing about business, especially about marketing issue. Some of his writings about marketing are being published on http://andri.blogdetik.com

His extensive experience in detik.com ( the biggest online news portal in Indonesia with 25 million unique users ) has equipped him with deep knowledge of online and mobile Industry. Also the capability of handling business units. marketing, sales,business development, as well as channel development

Currently Andrias works for Ideosource, a venture capital which invests in internet/IT/mobile industry in Indonesia. Andrias find prospective portfolios as well as help portfolios to grow exponentially to achieve targeted investment return. Some of Ideosource’s portfolio are : Touchten ( mobile games company ), Kark ( mobile games ), Saqina.com ( ecommerce ), GimmieWorld ( loyalty platform ), KelirTV ( video streaming infrastructure ), Wearfable ( ecommerce ), PasarMinggu ( ecommerce ), Ever ( export ecommerce ), and Garda group of companies ( sports ). Andrias sits as a board member ( commissioners or directors) in those portfolios.

Andrias is also a Board of Advisor member of Marketing-Club, an Indonesian marketer communities with more than 20,000 members.

Read More

Bernardus Irmanto

bernadusBisa kuliah di Salah satu universitas terbaik di negeri ini, seperti UGM, tentu saja menjadi cita-cita hampir sebagian besar lulusan sekolah menengah atas. Cita-cita yang sama yang pernah saya impikan ketika saya hampir sampai pada garis ujung pendidikan menengah saya. Dan keberuntungan pun memihak kepada saya, ketika saya dinyatakan lulus seleksi penjaringan bibit unggul daerah (PBUD) di Universitas Gadjah Mada, Fakultas Matematika Pengetahuan Alam, Jurusan matematika, Program Studi Ilmu Komputer. Saya tidak bisa menggambarkan secara tertulis betapa antusias, senang, gugup, tidak sabar nya saya untuk segera memasuki periode baru perjalanan belajar saya. Ya, kombinasi perasaan yang tidak bisa dideskripsikan dalam satu kata.

 

Ketika perjalanan kuliah dimulai, sebagai mahasiswa baru banyak hal lain yang harus saya pelajari selain materi kuliah. Belajar jauh dari orang tua, belajar mengelola uang, belajar bertanggung jawab pada diri sendiri, belajar dewasa dengan pilihan. Intinya bagi saya, kuliah adalah proses pembelajaran hidup multi dimensi. Dua semester awal saya habiskan bersama teman-teman menekuni mata kuliah dasar, dan pada saat itu banyak diantara teman-teman satu angkatan yang mengeluhkan banyaknya materi kuliah dasar yang berbau matematika. Mereka nampaknya mempunyai harapan yang melimpah tentang kuliah dengan materi nan canggih tentang informatika dan komputasi. Saya? Saya memilih mempelajari semua materi dengan tenang, tanpa banyak bertanya walaupun saya waktu itu juga tidak mengerti betul apa gunanya ilmu dasar tersebut. Saya bisa menemukan jawaban atas pertanyaan itu hanya ketika saya sudah mulai bekerja. Setelah menginjak tahun kedua dan ketiga, mulai banyak pilihan mata kuliah dengan materi beragam. Saya dan teman-teman satu angkatan mulai “berpisah” sesuai dengan aspirasi masing-masing. Saya masih setia dengan kecintaan saya terhadap angka-angka. Matematika Diskrit, Metode Simulasi, Metode Numerik menjadi mata kuliah favorit saya. Tentu saja saya juga mengambil mata-kuliah komputasi lain. Sebagai mahasiswa program studi Ilmu Komputer pilihan saya dianggap agak aneh oleh teman-teman. Tidak mengapa, saya berusaha dewasa dalam pilihan dan tidak mau ikut-ikutan. Seandainya saya tidak punya batasan waktu, tentu sudah saya ambil semua mata kuliah yang ditawarkan. Tetapi dalam keterbatasan waktu (karena saya tidak mau terlalu lama membebani orang tua), Saya harus memilih mata kuliah yang saya yakini akan memperlangkapi saya menghadapi kehidupan sebenarnya paska kuliah. Dua  setengah tahun pertama saya lewatkan di kampus dengan cepat. Saya tidak banyak meluangkan waktu untuk bersosialisasi dan berorganisasi. Kampus, perpustkaaan, laboratorium dan rumah pondokan adalah empat tempat yang mendominasi setting kehidupan saya waktu itu. Hasilnya tidak mengecewakan. Indeks prestasi saya tidak pernah kurang dari 3.5. Paling tidak orang tua saya dirumah bisa tersenyum tenang setiap kali mendapat kopian hasil belajar satu semester. Paling tidak mereka bisa tenang bahwa anaknya benar-benar belajar. Menginjak tahun ketiga, saya mulai belajar berorganisasi. Rasanya cukup terlambat, namun sekali lagi itu masalah pilihan. Saya memilih waktu yang saya anggap tepat untuk belajar sesuatu. Saya bergabung dan aktif di  beberapa organisasi kemahasiswaan dan belajar proses berinteraksi, berkomunikasi, memetakan dan mengelola kepentingan dan banyak hal lagi yang saya pelajari. Saya juga bergabung dengan beberapa organisasi nirlaba dengan orientasi sosial untuk lebih menajamkan kepekaan saya sebagai manusia. Semuanya berjalan dengan sangat cepat. Tidak terasa saya sudah mulai menginjak tahun keempat kuliah ketika saya harus mulai mengerjakan tugas akhir. Saya beruntung bisa mendapatkan dosen pembimbing tugas akhir bapak Retantyo Wardoyo. Saya ingat waktu itu beliau baru pulang dari Inggris. Setelah berdiskusi beberapa kali, akhirnya pak Yoyok menyetujui usulan judul skripsi saya : pendekatan probablitas untuk penyelesaian problem ketidakpastian, sebuah materi dalam domain artificial intelligence. Sekali lagi, pilihan saya ini membuktikan kecintaan saya terhadap angka. Kurang lebih satu tahun saya mengerjakan skripsi, sempat terputus karena saya harus mengambil kuliah kerja nyata, sebelum akhirnya saya dinyatakan lulus ujian tugas akhir. Sebuah momen yang agak menakutkan bagi saya karena dalam ujian skrispsi tersebut hadir pak Suparno, Satu-satunya dosen yang meninggalkan kenang-kenangan satu nilai C dalam transkrip nilai kuliah saya.  Saya harus berterimakasih kepada banyak nama yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi. Wayan, Yosep, Dodi, Agus Budianto, Angelina Dewi dan banyak nama lain yang saya anggap berjasa besar dalam proses skripsi.  Bulan Oktober 1997 saya dinyatakan lulus dari kampus yang 4 tahun sebelumnya saya impikan untuk proses belajar. Saya hampir tidak percaya bahwa saya sudah sampai diujung perjalanan dengan perasaan yang bercampur, antara senang karena satu tahap pembelajaran saya sudah selesai tetapi sekaligus juga sedih karena rasanya belum banyak yang saya pelajari. Karena satu dan lain hal baru di bulan Februari 1998 saya bisa mengikuti wisuda dan saya menjadi lulusan terbaik fakultas MIPA dan duduk dideretan paling depan bersama dengan lulusan terbaik dari masing-masing fakultas. Sebuah kebanggan tersendiri, terlepas saya masih kebingungan mencari pendamping wisuda saat itu. Saya hanya bisa tersenyum sepanjang waktu. A very precious moment

 

Beberapa hari setelah wisuda saya mendapatkan surat dari PT. Freeport Indonesia yang menyatakan bahwa saya lolos mengikuti program management trainee di perusahaan tersebut dengan lokasi kerja di irian Jaya. Saya pun menjalani babak baru kehidupan saya, beralih dari mahasiswa menjadi pekerja. Bulan maret 1998 saya berangkat ke irian bersama dengan 34 orang peserta management trainee lain dari seluruh Indonesia. Ada beberapa rekan alumni UGM yang menjadi management trainee satu angkatan dengan saya. Penempatan pertama saya sebagai management trainee adalah di departemen environmental. Agak aneh memang. Saya adalah lulusan Matematika-Ilmu komputer tetapi ditugaskan membantu departemen yang mengurusi lingkungan hidup. Enam bulan pertama, tugas saya adalah mengimplementasikan system informasi laboratorium. Bekerja sama dengan rekan dari departemen MIS, saya mengimplementasikan system yang baru dibeli tersebut sekaligus bertugas untuk mengoperasikannya. Banyak hal yang saya pelajari dalam enam bulan tersebut, lebih dari sekedar implementasi system informasi tetapi juga tentang organisasi proyek, manajemen perubahan dan masih banyak lagi. Satu hal, yang membuat saya merasa bersyukur saya belajar metode numerik, adalah ketika saya harus mencari korelasi antara beberapa parameter lingkungan untuk keperluan pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan. Itulah saat dimana saya menemukan jawaban atas pertanyaan saya dahulu diawal kuliah. Kenapa saya harus belajar mata kuliah-mata kuliah ini? Saya menyadari bahwa mata kuliah tersebut memberikan landasan logika yang kuat bagi saya untuk menjadi “problem solver” bukan hanya sekedar menjadi programmer atau system analyst. Dan di beberapa tugas lain, saya kembali membuktikan ampuhnya ilmu-ilmu yang saya pelajari. Setelah satu tahun menjadi management trainee, saya kemudian diangkat menjadi karyawan tetap di PT. Freeport Indonesia di awal 1999. Waktu berjalan dengan cepat dan saya pun beruntung mendapatkan beberapa penugasan yang menjadi arena pembuktian saya sebagai problem solver.

 

DI akhir tahun 2000, saya mulai berpikir kembali tentang keinginan saya dan prioritas saya. Saya ingin belajar lagi. Doa dan keinginan dijawab Tuhan ketika saya mendapatkan beasiswa untuk mengambil program master di University of New South Wales Australia. Dalam waktu kurang lebih satu setengah tahun saya berhasil menyelesaikan program master saya di bidang engineering science dengan predikat sangat memuaskan. Tahun 2002 saya kembali ke Indonesia dan  berusaha menekuni pekerjaan yang lebih berkaitan dengan Information Technology. Dalam waktu dua tahun dari 2002 sampai 2004 saya bekerja di dua perusahaan IT : Sigma dan Fujitsu sebagai system analyst dan solution architect. Tahun 2004 awal saya kembali bekerja di dunia tambang dengan bergabung di Newmont Nusa Tenggara, Perusahaan Tambah Copper dan Gold yang beroperasi di Nusa Tenggara Barat. Kurang lebih 6 bulan saya bekerja di Newmont sebelum akhirnya saya pindah ke perusahaan dimana saya bekerja saat ini : PT Vale Indonesia ( Atau dulunya di kenal dengan PT. Inco), perusahan penambangan dan pemprosesan nickel yang merupakan bagian dari Vale global, perusahaan pertambangan terbesar kedua di dunia. Di Vale, seolah passion dan aspirasi personal saya berjodoh dengan kultur dan nilai perusahaan. Secara perlahan saya menapaki jenjang karir di perusahaan yang sangat menjunjung tinggi nilai “value the people ini”. Di tahun 2005, satu tahun setelah saya bergabung dengan perusahaan saya mendapatkan kesempatan untuk menduduki salah satu posisi manager di departemen IT. Saya belajar banyak tentang kualitas kepemimpinan, pengembangan karyawan, organizational savvy dan banyak hal lain yang menjadi bekal berharga untuk perjalanan karir saya. DI tahun 2007, dua tahun setelah saya menduduki posisi manager, kesempatan lain datang. Saya dipercaya menjadi General manager departemen IT. Jabatan puncak di perusahaan ini di bidang IT. Saya pun semakin belajar banyak. Satu hal yang saya pahami ketika itu adalah bahwa keberadaan kita disebuah perusahaan dinilai dari seberapa besar nilai tambah yang kita bisa berikan kembali kepada perusahaan dan ketika kita berbicara sebuah nilai tambah, kita tidak berbicara tentang seberapa canggih dan instrument IT yang dimiliki perusahaan, seberapa banyak proses yang sudah terautomasi, seberapa bagus tampilan situs intranet dan internet perusahaan. Kita berbicara mengenai “bottom line impact” yang bisa diberikan untuk setiap US$ yang dikeluarkan perusahaan untuk IT. Dalam periode 2007-2009 saya dan tim mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya : The Best CIO in mining & Energy sector dari majalah warta ekonomi. Ten best Indonesian CIO dari majalah SWA dan e-company award dari majalah warta ekonomi.  Di tahun 2009, kembali saya mendapatkan kesempatan lain untuk “belajar” dan memberikan kontribusi kepada perusahaan diluar IT. Saya dipercaya untuk menjadi Senior General Manager Shared Service Operation yang mengelola semua kegiatan transaksional perusahaan meliputi : IT services, HR services, Procurement Services dan financial services. Itu adalah tantangan besar buat saya mengingat saya tidak mempunyai pengalaman dibidang-bidang tersebut. Tetapi saya yakin bahwa saya mempunyai modal yang cukup untuk belajar dengan cepat dan menguasai bidang-bidang tersebit : modal logika dasar yang baik. Dan benar terbukti, dalam waktu satu tahun implementasi shared service di perusahaan bisa diselesaikan dan berbagai peningkatan kualitas layanan tranksasional bisa dilakukan. Tahun 2010 adalah tahun yang sangat berarti bagi saya secara karir professional. Di usia saya yang menginjak 35 tahun, saya diangkat menjadi anggota dewan direksi perusahaan. Sebuah kepercayaan yang luar biasa besar yang disampirkan pemegang saham dipundak saya. Saya bertanggung jawab mengelola hampir semua area non-produksi : IT, HR, Supply Chain, Business Support, Facility Services, Medical Services, Security Services, Education Services. Area kerja yang meliputi spektrum bisnis yang sangat lebar. Dan kembali kematangan saya sebagai seorang professional di uji. Saya tidak lagi hanya bertugas untuk mendukung pencapaian sasaran perusahaan, saya juga harus menjadi tampil sebagai wajah perusasahaan bagi pemegang kepentingan eksternal. Di tahun 2011, saya diangkat menjadi wakil presiden direktur perusahaan sampai sekarang.

 

Ketika saya mencoba mengingat kembali perjalanan saya dari awal, ketika saya mulai masuk kampus berlabel kampus rakyat, ketika saya mengalami kebingungan tentang mata kuliah apa yang harus saya pilih, ketika saya harus pergi ke irian untuk memulai karir saya, saya sendiri tidak percaya bahwa saya bisa sampai pada titik dimana saya berada sekarang. Saya yakin bahwa Tuhan berperan dan bekerja mendukung saya dan saya yakin bahwa juga sudah mengupayakan yang terbaik. Pencapaian ini adalah buah dari kerja keras dan totalitas. Buah dari kesabaran dan komitmen. Buah dari rentetan keputusan yang saya ambil. Ini adalah sepenggal kecil cerita saya, proses belajar saya yang saya sudah lewati.  Saya pun masih harus banyak belajar. Proses itu tidak akan pernah selesai. Masih banyak harapan dan keinginan yang ingin saya capai secara pribadi maupun secara professional.

 

Untuk teman-teman yang masih menjalani kuliah, atau baru lulus..jangan pernah merasa “mediocre” karena menjadi lulusan MIPA, atau merasa lebih kecil dibanding lulusan dari Universitas lain.Berikan komitmen terbaik ketika teman-teman belajar dikampus, dan perluas cakrawala wawasan dengan berbagai cara yang anda bisa dapatkan. Saya selalu bangga memperkenalkan diri di forum profesi baik ditingkat nasional mapun internasional bahwa saya adalah lulusan dari jurusan Matematika UGM. Itu dalah bagian identitas saya, yang mendefinisikan siapa saya saat ini. Tidak ada batasan dalam karir selama anda mau mengeksplorasi potensi diri dan tidak menaruh diri anda dalam kotak karir yang sempit. Jangan hanya karena anda lulusan matematika, kimia, fisika kemudian anda enggan belajar subyek yang lain. Jangan hal itu memebuat anda berpikir bahwa lapangan pekerjaan anda terbatas. Apa yang anda pelajari di kampus, semua logika dasar yang ditempakan, itu adalah modal yang sangat berharga untuk menjadi apapun yang anda mau. Saya sudah menjalani proses itu, dan masih banyak hal yang saya ingin lakukan, masih panjang perjalanan saya dan saya yakin bahwa saya bisa mencapainya. Saya masih se-antusias, se-gugup dan se-tidaksabar untuk belajar, seperti ketika saya menapakkan kaki saya pertama kali di kampus MIPA.

 

Bravo MIPA UGM !!

Sorowako, 1 Maret 2014

 

Bernardus Irmanto

Alumni Jurusan Matematika, Program Studi Ilmu Komputer Angkatan 1993

Deputy President Director, PT. Vale Indonesia, tbk

http://www.vale.com/indonesia

Read More

Hasanudin Abdurakhman

hasanudin

  • Nama:
  • Tempat lahir: Teluk Nibung, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
  • Tanggal lahir: 20 Maret 1968
  • Status: Menikah, 3 anak
  • Pekerjaan sekarang: General Manager for New Business Development, PT Toray Industries Indonesia

Pendidikan:

  1. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1987-1994. Sarjana.
  2. Department of Applied Physics, Graduate School of Engineering, Tohoku University, Sendai, Japan. 1997-1999. M. Eng.
  3. Department of Applied Physics, Graduate School of Engineering, Tohoku University, Sendai, Japan. 1999-2002. PhD.

Pekerjaan

  1. PT Elnusa (Oil company), Junior Field Engineer, 1994.
  2. Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura Pontianak. Dosen 1995- 1996.
  3. Department of Mechanical Engineering and Materials Science, Kumamoto University, Kumamoto, Japan, Visiting Researcher, 2002-2004.
  4. Department of Physics, Graduate School of Science, Tohoku University, Sendai, Japan,Research Associate, 2005.
  5. Center for Interdisciplinary Research (CIR), Tohoku University, Sendai, Japan, Visiting Associate Professor (2006).
  6. PT Osimo Indonesia, Administration Manager, 2007 – 2008.
  7. PT Osimo Indonesia, Director 2008 – 2013.
  8. PT Toray Industries Indonesia, General Manager for Business Development, 2013 – sekarang. Dengan tugas tambahan sebagai Manager pada Indonesia Toray Science Foundation 2014 – sekarang.

Kesan dan Pesan

Alumni Jurusan Fisika. Waktu baru mulai kuliah di Jurusan Fisika FMIPA UGM belasan tahun yang lalu (saya masuk kuliah tahun 1987) saya sering kesal dengan berbagai pertanyaan tentang jurusan yang saya ambil.

“Jurusan fisika? Kamu kuliah di IKIP atau UGM?”
“UGM, dong.”
“Tapi kenapa ada jurusan fisika di UGM? Bukan di IKIP?”
“Kalau di IKIP itu Pendidikan Fisika. Lulusannya bisa jadi guru fisika di sekolah. Kalau yang di UGM fisika murni.”
“Lantas, kalau lulus bisa jadi apa?”
“Banyak. Bisa jadi peneliti (BATAN, LIPI, BPPT), dosen. Kerja di perusahaan juga bisa.”

Penjelasan seperti itu pun tak serta merta membuat orang paham. Banyak yang mengira bahwa yang bisa bekerja di industri itu hanya lulusan fakultas teknik. Setelah belasan tahun berlalu, sepertinya situasinya tak banyak berubah. Orang masih menganggap jurusan fisika itu tak banyak mendapat tempat di dunia kerja. Bahkan para mahasiswa fisika sendiri mungkin berpikir begitu.Ada pengalaman yang tak nyaman pernah saya rasakan, meski tak langsung. Saya punya saudara sepupu yang tinggal di Bandung. Ia kuliah di sebuah politeknik yang terkenal lulusannya laris diterima bekerja. Bahkan sebelum lulus kabarnya mereka sudah diikat kontrak. Mendengar saya kuliah di jurusan fisika, ia berpesan pada abang saya yang kebetulan berkunjung ke rumahnya. “Suruh pindah kuliah aja adiknya. Kasihan nanti lulus jadi pengangguran.” katanya.

Waktu mendengar itu saya hanya bisa tersenym getir. Tapi saya yakin bahwa saya tidak akan jadi pengangguran. Ketika lulus saya sempat bekerja sebentar di lapangan minyak, sebagai logging engineer pada PT Elnusa, yang waktu itu masih menjadi anak perusahaan Pertamina. Pekerjaannya mengumpulkan data fisis sumur minyak melalui berbagai jenis pengukuran. Ya, ini pekerjaan orang fisika, yang juga banyak dilakukan oleh sarjana teknik. Di sumur minyak, data tentang hambatan listrik, porositas, intensitas sinar gamma, dan lain-lain diperlukan untuk memastikan apakah pada suatu sumur terkandung minyak atau tidak, serta memungkinkan untuk dipompa atau tidak. Sebelum itu saya sempat tertarik untuk melamar kerja ke sebuah perusahaan yang memproduksi semikonduktor di Batam, meski akhirnya saya batalkan.

Tak lama saya bekerja di lapangan minyak. Saya berhenti, kemudian pindah kerja sebagai dosen, lalu saya mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2-S3 di Jepang. Lulus S2 sebenarnya saya ditawari pekerjaan di bagian quality control oleh Matsushita Electronics, untuk ditempatkan di pabriknya di Indonesia. Tapi waktu itu saya memilih untuk melanjutkan kuliah hingga selesai doktor. Lulus doktor saya bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang.

Dua tahun bekerja di Jepang, saya pulang ke tanah air untuk kembali bekerja sebagai dosen. Sayang, beberapa masalah saya hadapi sehingga saya putuskan untuk mundur, dan kembali ke Jepang, bekerja sebagai peneliti. Kemudian saya kembali lagi ke tanah air, bekerja di pabrik pengolahan plastik selama enam tahun lebih. Pekerjaan ini sama sekali tidak ada hubungan dengan ilmu fisika. Tugas saya mengelola seluruh aspek pada perusahan, menyangkut SDM, keuangan, perpajakan, logistik, produksi, dan banyak hal lagi. Lalu saya pindah ke pekerjaan saya sekarang,  membangun bisnis baru sebagai GM business development. Pekerjaan ini sedikit banyak membawa saya kembali bersentuhan dengan riset fisika, meski tidak langsung sifatnya.

Jalur karir yang saya lalui menunjukkan bahwa spektrum lapangan kerja yang bisa dijalani oleh lulusan jurusan fisika sangat beragam. Dari semua itu hanya sekali saya “menyimpang”, bekerja pada bidang di mana ilmu fisika nyaris tak terpakai sama sekali. Selebihnya, semua berhubungan erat dengan fisika. Termasuk di dalamnya dua pekerjaan yang tak jadi saya ambil.

Tapi mengapa lulusan jurusan fisika sering dianggap tidak laku bekerja, khsususnya di dunia industri? Beberapa hal patut kita duga sebagai penyebabnya. Pertama, dunia industri sepertinya tidak mendapat ekspos memadai terhadap jurusan fisika. Perusahaan misalnya lebih membuka diri untuk mempekerjakan lulusan kimia dibanding lulusan fisika. Banyak lulusan kimia yang diterima bekerja di bidang quality control atau pengembangan produk. Padahal kompetensi lulusan fisika dan kimia tidak berbeda jauh, khususnya dalam konteks pekerjaan di industri, yang kebanyakan pada awal karir hanya memerlukan kompetensi pengukuran tingkat dasar., jurusan fisika sendiri jarang menampilkan diri sebagai jurusan yang punya kompetensi untuk bekerja di dunia industri. Pengelola sepertinya tidak secara khusus memberi penekanan soal kompetensi itu. Kurikulum sepertinya masih tidak punya tekanan khusus. Akibatnya, mahasiswa tidak punya visi yang jelas untuk bekerja di dunia industri, dan tidak percaya diri dalam hal itu.

Ketiga, mahasiswa fisika banyak yang tidak menguasai skill lain yang dibutuhkan untuk bekerja di dunia industri, salah satunya kemampuan bahasa Inggris. Waktu saya ikut tes untuk bekerja di lapangan minyak dulu tesnya sangat sederhana, yaitu tes IQ. Orang dengan IQ yang baik tentu bisa lulus. Tapi soal diberikan dalam bahasa Inggris. Hasilnya, lebih dari separuh peserta berguguran di tahap pertama, padahal setahu saya mereka semua cerdas. Rendahnya kemampuan berbahasa Inggris membuat mereka gagal.Cerita sedikit saya belokkan. Banyak yang mencemooh ketika saya bekerja sebagai pengelola pabrik. Saya dianggap terlalu pragmatis, tidak menghargai gelar doktor dan ilmu fisika yang saya miliki. “Pindah jalur” bagi sebagian orang dianggap dosa besar, seperti orang murtad.

Kenyataannya, “pindah jalur” bagi saya adalah kesempatan untuk belajar, memperluas cakrawala ilmu. Dengan pindah jalur, saya punya kesempatan untuk belajar banyak tentang seluk beluk bisnis. Ada aspek pembinaan SDM, pengelolaan keuangan, pembiayaan, dan pajak. Pendek kata, saya belajar bagaimana membangun dan mengelola perusahaan yang sehat, menghasilkan keuntungan. Bekal inilah yang membawa saya pada pekerjaan sekarang. Pada pekerjaan ini ilmu (riset) fisika berpadu dengan ilmu bisnis. Terlebih lagi, tak banyak orang tahu bahwa sudah lama saya “pindah jalur”. Tahun terakhir di Jepang, saya bekerja sebagai Visiting Associate Professor di Interdisciplinary Research Center, Tohoku University. Di situ saya melakukan penelitian tentang struktur DNA. Waktu itu salah satu tren di dunia riset adalah mengaji kemungkinan memanfaatkan DNA dalam nanoteknologi. Karena pada masa sebelum itu riset tentang DNA banyak dilakukan oleh peneliti di bidang biokimia dan kedokteran, maka separuh dari waktu saya habiskan di perpustakaan fakultas kedokteran, belajar tentang biokimia dan kedokteran.

Jadi, dari pengalaman saya, lulusan jurusan fisika sebenarnya bisa bekerja sebagai apa saja yang mereka inginkan. Syaratnya, mereka harus membangun kompetensi untuk hal itu, dan mau terus belajar. Baik bekerja pada bidang yang secara langsung berkaitan dengan fisika, maupun ketika bekerja di bidang yang sama sekali berbeda (pindah jalur). Jadi, tidak ada alasan untuk khawatir akan jadi pengangguran. Di sisi lain, ini adalah tantangan bagi pengelola jurusan fisika untuk membantu mahasiswa membangun kompetensi spesifik, dan yang tidak kalah penting, mempromosikannya.

Read More

Thamrin Usman

Prof.Tham_2-218x300Thamrin Usman, lahir di Pontianak pada 10 November 1962. Anak ke empat (4) dari tujuh (7) bersaudara dari pasangan: Usman A. Syukur (alm.) dan Hj. Salmah Abdullah. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Pontianak, melanjutkan studi S1 Jurusan Kimia di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, masuk melalui jalur Proyek Perintis II (PP II) tahun 1981. Adapun dosen pembimbing semasa studi di FMIPA UGM adalah Dra. Retno W., MSc. (almh.) dan Dr. M. Muchalal. Pada Januari 1988, memulai karier pada perusahaan industri lem di Pontianak. Pada November 1988, karier sebagai dosen di Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura dimulai (pada saat itu FMIPA UNTAN belum berdiri). Pada 1993, melanjutkan studi S2 ke Perancis di ENSCT-INP Toulouse dan mendalami bidang Kimia Agroindustri, dengan beasiswa dari: ADB – Pemerintah Indonesia. Setelah menyelesaikan Studi S2 pada tahun 1993, ditahun ini pula melanjutkan studi untuk program S3 di kampus yang sama pula yaitu: ENSCT-INP Toulouse, Perancis dan pada tahun ini pula menikah dengan Dewi Ayumi, SE. dan dikaruniai 3 orang anak: Nabila Pyrenina, Abdurrahman Tsany dan Amirah Nurazizah

Translate